Musibah banjir besar yang melanda Sumatra baru-baru ini menyisakan duka mendalam. Data Badan Penanggulangan Bencana mencatat ratusan orang masih dinyatakan hilang. Di tengah ketidakpastian ini, muncul pertanyaan penting: Bolehkah melakukan shalat ghaib untuk korban bencana yang jenazahnya belum ditemukan?

Berikut adalah penjelasan mendalam berdasarkan pandangan para ulama dan ketentuan fikih.

Landasan Umum Shalat Ghaib

Dalam fikih Syafi’i, shalat ghaib hukumnya sah dan boleh. Hal ini bersumber dari hadis sahih saat Nabi Muhammad SAW menshalati Raja Najasyi yang wafat di negeri jauh.

Syekh Sulaiman al-Jamal menjelaskan dalam Hasyiah al-Jamal:

تَصِحُّ عَلَى غَائِبٍ عَنْ الْبَلَدِ وَلَوْ دُونَ مَسَافَةِ الْقَصْرِ وَفِي غَيْرِ جِهَةِ الْقِبْلَةِ وَالْمُصَلِّي مُسْتَقْبِلُهَا «؛ لِأَنَّهُ - ﷺ - أَخْبَرَهُمْ بِمَوْتِ النَّجَاشِيِّ فِي الْيَوْمِ الَّذِي مَاتَ فِيهِ ثُمَّ خَرَجَ بِهِمْ إلَى الْمُصَلَّى فَصَلَّى عَلَيْهِ وَكَبَّرَ أَرْبَعًا.» رَوَاهُ الشَّيْخَانِ

"Sah hukumnya menshalati jenazah yang ghaib (berada jauh) dari kota, meskipun jaraknya tidak sampai jarak qashar. Hal itu karena Nabi SAW memberitahu para sahabat tentang wafatnya Raja Najasyi pada hari wafatnya. Lalu Nabi keluar bersama mereka menuju tempat shalat dan menyalatinya dengan empat kali takbir." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Perbedaan Pandangan Ulama Terkait Korban Hilang

Terkait korban bencana yang belum ditemukan (sehingga belum dimandikan), terdapat dua arus utama pendapat ulama:

Pendapat Mayoritas (Al-Mu'tamad): Tidak Membolehkan

Mayoritas ulama dalam mazhab Syafi'i tidak membolehkan shalat ghaib bagi korban yang hilang. Alasannya, salah satu syarat sah shalat jenazah adalah jenazah harus sudah dimandikan. Selama jenazah belum ditemukan, kepastian ia telah suci/dimandikan tidak terpenuhi.

Sayyid Abdurrahman bin Muhammad al-Hadramy dalam Bughyatul Mustarsyidin menegaskan:

لَا تَصِحُّ الصَّلَاةُ عَلَى مَنْ أُسِرَ أَوْ فُقِدَ أَوْ انْكَسَرَتْ بِهِ سَفِينَةٌ، وَإِنْ تَحَقَّقَ مَوْتُهُ أَوْ حَكَمَ بِهِ حَاكِمٌ إِلَّا إِنْ عُلِمَ غُسْلُهُ أَوْ عَلَّقَ النِّيَّةَ عَلَى غُسْلِهِ

"Tidak sah shalat atas jenazah orang yang ditawan, hilang, atau kapalnya tenggelam, meskipun sudah dipastikan mati, kecuali jika diketahui ia telah dimandikan..."

Pendapat Ulama Mutaakhirin: Membolehkan

Sebagian ulama mutaakhirin (kontemporer pada masanya) memberikan kelonggaran. Mereka menggunakan kaidah fikih: "Sesuatu yang mampu dilakukan tidak gugur hanya karena ada bagian lain yang sulit dilaksanakan." Syekh Khatib as-Syarbini dalam Mughnil Muhtaj menjelaskan:

فلو مات بهدم ونحوه... وتعذر إخراجه وغسله... قال بعض المتأخرين: ولا وجه لترك الصلاة عليه؛ لأن الميسور لا يسقط بالمعسور، لما صح {واذا أمرتكم بأمر فأتوا منه ما استطعتم}؛ ولأن المقصود من هذه الصلاة الدعاء والشفاعة للميت

"Jika seseorang mati karena tertimpa reruntuhan, jatuh ke sumur atau laut dalam sehingga sulit dikeluarkan dan dimandikan... sebagian ulama mutaakhirin berkata: 'Tidak ada alasan meninggalkan shalat atasnya karena kesulitan (memandikan) tidak menggugurkan apa yang mudah (shalat/doa)'. Hal ini berdasarkan hadis: 'Jika aku memerintahkan suatu perkara, lakukanlah semampu kalian'."

Kesimpulan dan Anjuran

Meskipun pendapat pertama lebih kuat (mu'tamad) secara tekstual, Imam As-Syarwani menganjurkan untuk mengikuti pendapat kedua (ulama mutaakhirin) dalam kondisi darurat seperti bencana alam.

Alasan penguatan pendapat ini adalah:

  1. Memberikan penghormatan dan doa (syafaat) kepada jenazah.

  2. Menghindari kesan meremehkan jenazah.

  3. Menjaga perasaan (jabrul khatir) keluarga korban yang sedang berduka.

Asy Syarwani menyatakan:

وَيَنْبَغِي تَقْلِيدُ ذَلِكَ الْجَمْعِ لَا سِيَّمَا فِي الْغَرِيقِ... تَحَرُّزًا عَنْ إزْرَاءِ الْمَيِّتِ وَجَبْرًا لِخَاطِرِ أَهْلِهِ

"Dan seyogyanya mengikuti pendapat sekelompok ulama (mutaakhirin) tersebut, terutama pada kasus orang tenggelam... untuk menghindari merendahkan mayit dan untuk menjaga perasaan keluarganya."

Ringkasan Pandangan

AspekPendapat MayoritasPendapat Mutaakhirin
HukumTidak SahBoleh/Sah
AlasanBelum dimandikan (syarat belum terpenuhi)Niat doa & syafaat tidak boleh gugur karena kendala fisik
TujuanKehati-hatian dalam syarat sah ibadahPenghormatan mayit & penghiburan keluarga

Melalui penjelasan ini, masyarakat yang ingin melaksanakan shalat ghaib bagi anggota keluarga yang hilang akibat bencana memiliki landasan fikih yang dapat dipertanggungjawabkan sebagai bentuk ikhtiar batin dan doa terbaik bagi almarhum/almarhumah.