Bagaimana hukum menggunakan fasilitas kamar mandi masjid wakaf untuk selain kebutuhan ibadah? Sebagai contoh musafir yang hanya mampir untuk pergi ke toilet?
Analisis dan Kaidah Fiqih
Dasar utama dalam penggunaan barang wakaf adalah mengikuti syarat yang ditetapkan oleh wakif (orang yang berwakaf). Jika wakif tidak menetapkan syarat secara spesifik, maka penggunaannya dikembalikan kepada kebiasaan ('urf) yang berlaku di masyarakat untuk barang wakaf sejenis.
Ini sesuai dengan kaidah fiqih:
شَرْطُ الْوَاقِفِ كَنَصِّ الشَّارِعِ
Artinya: "Syarat dari orang yang berwakaf kedudukannya seperti nash (dalil) dari Syari' (Allah dan Rasul-Nya)."
Ini berarti syarat wakif harus dipatuhi selama tidak bertentangan dengan syariat.
Rincian Hukum Berdasarkan Skenario
1. Jika Wakif Memberikan Syarat yang Jelas (Ta'yin)
Jika wakif saat mewakafkan masjid dan fasilitasnya secara tegas mensyaratkan, "Kamar mandi ini hanya untuk orang-orang yang shalat di masjid ini," maka syarat tersebut wajib diikuti. Dalam kasus ini, orang yang hanya mampir untuk ke kamar mandi tanpa niat ibadah di sana tidak diperbolehkan menggunakannya.
2. Jika Wakif Tidak Memberikan Syarat yang Jelas (Itlaq)
Ini adalah skenario yang paling umum terjadi. Wakif hanya berniat mewakafkan masjid dan fasilitasnya untuk kemaslahatan kaum muslimin secara umum. Dalam kondisi ini, penentuan hukumnya dikembalikan pada 'urf (kebiasaan) yang berlaku.
Di Indonesia dan banyak negara lain, sudah menjadi kebiasaan umum ('urf 'amm) bahwa toilet masjid adalah fasilitas umum yang boleh digunakan oleh siapa saja yang membutuhkan, terutama para musafir, tanpa memandang apakah mereka akan langsung shalat di masjid itu atau tidak. Kebiasaan yang tidak bertentangan dengan syariat ini memiliki kekuatan hukum.
Kaidah fiqih lain yang mendukung ini adalah:
العَادَةُ مُحَكَّمَةٌ
Artinya: "Adat kebiasaan itu dapat dijadikan dasar hukum."
Dan juga:
تَعْيِيْنُ الْوَقْفِ بِالْعُرْفِ كَتَعْيِيْنِهِ بِالنَّصِّ
Artinya: "Penentuan (penggunaan) wakaf berdasarkan 'urf (kebiasaan) itu sama seperti penentuan berdasarkan nash (teks/syarat yang jelas)."
Referensi dari Kitab-Kitab Fiqih
1. Kitab I'anatut Thalibin (إعانة الطالبين)
Dalam kitab I'anatut Thalibin, Sayyid Bakri Syatha menjelaskan tentang penggunaan air yang diwakafkan. Prinsip ini dapat dianalogikan (di-qiyas-kan) pada fasilitas lain seperti toilet.
وَالْحَاصِلُ أَنَّهُ مَتَى عُلِمَ غَرَضُ الْوَاقِفِ وَجَبَ اتِّبَاعُهُ، وَإِلاَّ فَيُنَزَّلُ عَلَى الْعَادَةِ الْمُطَّرِدَةِ فِي زَمَنِ الْوَاقِfِ.
Artinya: "Kesimpulannya adalah, kapanpun tujuan wakif diketahui, maka wajib untuk mengikutinya. Jika tidak (diketahui), maka penggunaannya didasarkan pada kebiasaan yang berlaku pada zaman wakif."
Dalam konteks modern, jika 'urf (kebiasaan) saat ini adalah memperbolehkan, maka itu bisa dijadikan landasan.
2. Kitab Fathul Mu'in (فتح المعين)
Kitab ini, yang merupakan dasar dari I'anatut Thalibin, juga menegaskan pentingnya mengikuti tujuan wakif. Syekh Zainuddin al-Malibari menyatakan bahwa wakaf untuk masjid mencakup semua kemaslahatannya.
وَالْوَقْفُ عَلَى مَصَالِحِ الْمَسْجِدِ يَصِحُّ، فَيُصْرَفُ فِي عِمَارَتِهِ وَحُصْرِهِ وَقَنَادِيْلِهِ وَزَيْتِهَا وَأُجْرَةِ قَيِّمِهِ وَإِمَامِهِ وَمُؤَذِّنِهِ.
Artinya: "Wakaf untuk kemaslahatan masjid itu sah. Maka (hasilnya) digunakan untuk pembangunan, tikar, lampu-lampu, minyaknya, dan upah penjaga, imam, serta muadzinnya."
Kamar mandi termasuk dalam kategori "kemaslahatan masjid" (mashalih al-masjid). Kemaslahatan ini secara 'urf tidak terbatas hanya untuk orang yang akan shalat, tetapi juga untuk kebersihan dan kebutuhan umum kaum muslimin yang berada di sekitar masjid.
3. Kitab Tuhfatul Muhtaj (تحفة المحتاج)
Ibnu Hajar al-Haitami, seorang ulama besar mazhab Syafi'i, menjelaskan bahwa jika wakaf bersifat umum (mutlak), maka distribusinya harus merata atau sesuai dengan kemaslahatan yang paling dominan.
فَلَوْ وَقَفَ عَلَى الْفُقَرَاءِ مُطْلَقًا اِسْتَوَى فِيْهِ الْقَرِيْبُ وَالْبَعِيْدُ... وَالظَّاهِرُ أَنَّهُ يَرْجِعُ فِيْهِ لِعَادَتِهِمْ، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ عَادَةٌ عَمِلَ بِاْلأَحْوَطِ.
Artinya: "Jika seseorang berwakaf untuk orang-orang fakir secara mutlak, maka sama saja baik (fakir) yang dekat maupun yang jauh. Menurut pendapat yang kuat (zhahir), hal ini dikembalikan pada kebiasaan mereka. Jika tidak ada kebiasaan, maka diamalkan yang lebih hati-hati."
Mengaplikasikan prinsip ini, karena sudah menjadi kebiasaan umum ('urf) toilet masjid dibuka untuk publik, maka menggunakannya adalah sah.
Kesimpulan Akhir
Dalam kasus musafir
- Ia adalah seorang musafir yang memiliki kebutuhan mendesak.
- Ia menggunakan fasilitas kamar mandi di sebuah masjid wakaf.
- Tidak disebutkan adanya larangan atau syarat khusus dari wakif
Maka, perbuatan musafir diperbolehkan menurut hukum fiqih. Hal ini didasarkan pada kebiasaan umum ('urf) yang kuat di masyarakat Indonesia bahwa toilet masjid berfungsi sebagai fasilitas umum untuk kemaslahatan kaum muslimin, termasuk para pelintas dan musafir.
Sebagai bentuk adab (etika), sangat dianjurkan bagi orang yang menggunakan fasilitas masjid (meskipun tidak shalat di sana) untuk ikut serta merawatnya, misalnya dengan memasukkan infak ke kotak amal yang tersedia untuk biaya kebersihan dan perawatan air. Namun, ini bersifat anjuran, bukan syarat sahnya penggunaan.
Oleh : Fatkhur Rohman
0Komentar