Salah satu topik yang penting dalam studi ilmu Al-Qur’an adalah pembahasan mengenai rasm Utsmani. Selain mencakup definisi, hukum—baik yang bersifat tauqifi (berdasarkan wahyu) maupun ijtihadi (hasil ijtihad ulama)—dan sejarah perkembangannya, rasm Utsmani juga memiliki sejumlah manfaat yang patut untuk dipahami dan dikaji lebih dalam. Tulisan ini akan menyoroti beberapa manfaat utama dari mempelajari rasm Utsmani.

Banyak ulama telah membahas ilmu ini dalam karya-karya mereka, di antaranya adalah ‘Abd al-‘Adzim al-Zurqani dalam Manahilal-‘Irfan fi ‘Ulum al-Qur’an, Muhammad Faruq al-Nabhan dalam al-Madkhal ila ‘Ulum al-Qur’an, ‘Abd al-Wahhab Ghuzlan dalam al-Bayan fi Mabahits min ‘Ulum al-Qur’an, serta Abu Syahbah dalam al-Madkhal li Dirasah ‘Ulum al-Qur’an.

Beberapa Manfaat Rasm Utsmani pada Quran

1. Menjaga Ketersambungan Sanad Bacaan Al-Qur’an

Rasm Utsmani berperan penting dalam memastikan bahwa bacaan Al-Qur’an tidak disampaikan sembarangan. Bacaan Al-Qur’an hanya boleh diajarkan dan diriwayatkan melalui sanad yang bersambung hingga Rasulullah SAW. Meskipun seseorang menguasai kaidah bahasa Arab, tanpa belajar langsung dari guru yang memiliki sanad, ia tetap tidak dapat membaca Al-Qur’an dengan benar. Hal ini karena ada kata-kata dalam Al-Qur’an yang tidak ditulis sesuai pengucapannya. Misalnya, huruf-huruf muqatha’ah di awal surah seperti حم عسق, طسم, dan المص tidak bisa dibaca dengan tepat hanya dengan mengandalkan kemampuan bahasa.

Kemampuan membaca Al-Qur’an yang benar sangat bergantung pada proses talaqqi (pembelajaran langsung) dan sima’ (mendengarkan) dari para penghafal Al-Qur’an. Inilah yang menjadikan Al-Qur’an tetap terjaga dari perubahan, sesuai dengan janji Allah dalam QS. Al-Hijr: 9:

 اِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَاِنَّا لَهٗ لَحٰفِظُوْنَ ۝٩

"Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar menjaganya."

Jika seluruh kata dalam mushaf ditulis sepenuhnya mengikuti pengucapan, maka orang-orang akan cenderung membacanya tanpa bimbingan guru. Hal ini dapat menghilangkan pelajaran tajwid dan variasi bacaan (qira’at) seperti mad, ikhfa’, idgham, dan lainnya.

2. Menunjukkan Asal-usul Harakat dan Huruf

Penulisan dalam rasm Utsmani memberikan isyarat terhadap bentuk asal gerakan harakat dan huruf. Contohnya, penulisan kasrah dengan huruf ya’, atau dhammah dengan huruf waw, seperti pada “وآت ذا القربى” dan “سأوريكم”. Demikian pula, kata seperti الصلاة, الزكاة, الحياة, dan الربا ditulis menggunakan huruf waw untuk menggantikan alif, menunjukkan akar kata yang lebih asli.

3. Mengabadikan Kekhasan Bahasa Arab Kuno

Rasm Utsmani juga mencerminkan ragam dialek Arab yang fasih, seperti penggunaan ta’ sebagai pengganti ha’ pada kata yang menunjukkan ta’nits (perempuan) sebagaimana dalam dialek suku Thayyi’. Atau penghilangan akhir fi’il mudhari’ yang berhuruf ilat dalam bahasa suku Hudzail, seperti dalam lafaz “يوم يأتِ”.

4. Mengandung Isyarat Makna yang Halus dan Mendalam

Kadang-kadang rasm Utsmani mencerminkan makna tambahan melalui penambahan huruf. Misalnya, dalam firman Allah “والسماء بنيناها بأييد” terdapat tambahan huruf ya’ yang menunjukkan makna kekuatan yang luar biasa. Ini sejalan dengan kaidah:

 زيادة المبنى تدل على زيادة المعنى

Penambahan bentuk menunjukkan penambahan makna.

 Contoh lain adalah penambahan alif dalam kata “وجاىء بالنبيين” dan “وجايء يومئذ بجهنم” yang memperkuat kesan agung, peringatan, atau ancaman yang mendalam.

5. Membedakan Makna Secara Jelas

Dalam beberapa ayat, penulisan tertentu menunjukkan perbedaan makna. Misalnya, pemisahan kata “أم” pada QS. An-Nisa: 109 

اَمْ مَّنْ يَّكُوْنُ عَلَيْهِمْ وَكِيْلًا ۝١٠٩

menunjukkan bahwa itu adalah ’am manqathi’ah yang bermakna “bahkan”. Sementara dalam QS. Al-Mulk: 22,

اَمَّنْ يَّمْشِيْ سَوِيًّا عَلٰى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيْمٍ ۝٢٢

 “أم” ditulis menyatu dengan kata berikutnya karena merupakan ’am muttasilah (sambungan). (Abu Syabhah, al-Madkhal li Dirasah al-Qur’an, 358.)

6. Mewadahi Lebih dari Satu Qira’at dalam Satu Penulisan

Contohnya adalah kata “فكهين” dalam QS. Al-Muthaffifin: 31. 

وَاِذَا انْقَلَبُوْٓا اِلٰٓى اَهْلِهِمُ انْقَلَبُوْا فَكِهِيْنَۖ ۝٣١

Kata tersebut ditulis tanpa huruf alif, sehingga bisa mencakup dua qira’at yang berbeda: satu membacanya dengan alif (فَاكِهِينَ), satu tanpa. Hal ini menunjukkan betapa penulisan rasm Utsmani dirancang sedemikian rupa agar fleksibel terhadap perbedaan qira’at yang sahih.

Penutup

Dari berbagai penjelasan tersebut, terlihat jelas bahwa mempelajari rasm Utsmani memiliki nilai yang besar dalam memahami, menjaga, dan mengajarkan Al-Qur’an secara autentik. Selain aspek kebahasaan, rasm ini juga memuat pesan maknawi yang mendalam, menjadikan ayat-ayat Al-Qur’an semakin menyentuh hati. Masih banyak manfaat lain yang bisa ditemukan dalam kajian mendalam terhadap rasm Utsmani, baik melalui kitab ilmu Al-Qur’an secara umum maupun kitab khusus yang membahas topik ini.