Berkeluarga

Berkeluarga

وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّمْنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

Dan orang-orang yang berkata, "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kesejukan mata (penyenang hati) dari isteri-isteri kami dan keturunan kami, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa". (Al-Furqan ayat 74)

Dalam membentuk rumah tangga yang harmonis, diperlukan sosok suami yang ber- tanggung jawab, baik dari sisi moral, kedewasaan, maupun cara bersikap dalam menghadapi berbagai cobaan yang ada. Tentang bagaimana memperlakukan istri yang baik, bagaimana menjadi seorang pemimpin, pelindung dan pengayom bagi anak dan istri adalah hal yang mutlak harus dimiliki seorang suami. Tentu peran demikian berawal dari kecerdasan sosok pria yang sudah mapan secara emosional maupun spiritual.

Tidak hanya itu, di bawah naungan rumah tangga yang harmonis dan bersahaja, tinggallah seorang istri yang menjadi pahlawan di balik layar pembawa ketenangan dan kesejukan. Sosok istri sangat diperlukan peranannya dalam mendidik anak agar menjadi anak yang salih-salihah dan berbakti pada agama, nusa, dan bangsa. Kesalihan seorang istri juga sangat berpengaruh pada karir dan kemajuan sang suami dalam berdakwah dan bekerja. Sungguh, wanita salihah adalah kenikmatan yang terbaik bagi seorang suami didalam memimpin keluarga.

إِنَّ الدُّنْيَا كُلَّهَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأةُ الصَّالحة (رواه أحمد)

"Dunia itu penuh dengan kenikmatan. Dan sebaik-baik kenikmatan dunia adalah istri yang salihah." (HR. Ahmad)

Menarik untuk dibaca : Berakhlak

Sebagaimana diketahui, Rasulullah saw. adalah pribadi yang penyayang dan sangat perhatian terhadap seluruh makhluk. Terlebih kepada keluarganya. Di tengah aktivitas dakwah beliau yang sangat padat dan melelahkan, bukan berarti Rasulullah saw. abai terhadap keluarganya. Beliau bahkan mampu menjadi sosok panutan di tengah-tengah keluarganya. Menjadi suami yang baik bagi istri-istrinya. Menjadi ayah yang penyayang bagi putri-putrinya. Bahkan, menjadi kakek yang sangat perhatian bagi cucu-cucu beliau. Seluruh keluarga ahli bait Nabi mengakui bahwa beliau adalah sosok yang sangat penyayang dan mencintai keluarganya.

Rasulullah saw. Bersabda,

خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكم لأهلي (رواه الترمذي)

"Yang terbaik diantara kalian adalah yang terbaik terhadap ke- luarganya. Dan aku adalah yang terbaik kepada keluargaku." (HR. Tirmidzi)

Dari nadis tersebut, dapat kita lihat perhatian beliau terhadap keluarganya sangatlah besar. Penuh cinta kasih, akhlak mulia, dan kebijaksanaan yang selalu mengayomi keluarganya.

Terhadap anak-anak pun, beliau adalah sosok yang ramah dan penyayang. Hal ini diakui dan disaksikan langsung oleh sahabat Anas Bin Malik yang sehari- hari lebih banyak bersama Rasulullah saw. Anas berkata, "Aku belum pernah melihat seseorang yang lebih sayang kepada keluarga, selain Rasulullah."

Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw. suatu ketika mencium salah seorang Lucunya, yakni Hasan Bin Ali. Al-Aqra' bin Habis yang menyaksikannya langsung berkomentar, "Aku memiliki sepuluh orang anak, tapi tak ada satu pun yang biasa kucium."

Rasulullah saw. pun menoleh ke arahnya dan bersabda,

مَنْ لَا يَرْحَمُ لَا يُرْحَمُ (متفق عليه)

"Barang siapa yang tidak punya sifat sayang, maka ia pun tidak akan disayang." (HR. Bukhari Muslim)

Bentuk lain dari sifat kasih sayang Rasulullah saw. terhadap anak-anak adalah beliau tidak pernah membebani seorang anak dengan perkara di luar kemampuan mereka. Pada saat perang uhud, beliau didatangi sejumlah pemuda yang ingin ikut perang. Diantara mereka adalah Abdullah Bin Umar Bin Khattab, Usamah Bin Zaid, Usaid Bin Zhuhair, Zaid Bin Tsabit, Zaid Bin Arqam, dan lain-lain. Namun, karena usia mereka yang belum cukup matang untuk ikut berperang, dengan lembut Rasulullah saw. menolak mereka.

Dari sikap penolakan Rasulullah saw. Ini, kita bisa mengambil suri teladan bahwa beliau selalu berusaha melindungi anak-anak dari kemungkinan bahaya yang akan menimpa meskipun kegiatan itu bernilai akhirat. Maka, sudah selayaknya bagi setiap orangtua lebih berhati-hati dalam mendidik dan meng- ikutsertakan anaknya dalam berbagai kegiatan, baik itu positif, terlebih jika mengarah pada hal-hal negatif.

Tidak seperti yang sering kita saksikan saat ini. Banyak anak-anak usia belia yang diajak orangtuanya atau bahkan memang diperintah orangtuanya untuk mengamen, mengikuti kampanye politik praktis, hingga peristiwa bom bunuh diri yang belakangan marak terjadi. Seharusnya jika memang benar panutan mereka adalah Rasulullah saw. dan berpegang teguh pada Alquran, akhlak Rasulullah saw. di ataslah yang seharusnya dijadikan suri teladan yang paling nyata.

Baca juga artikel : Bersosial

Tak berhenti di sini saja, perangai indah nan lembut Rasulullah saw. juga dapat kita lihat dari sikap beliau terhadap istri-istrinya. Dalam berbagai kitab hadis maupun sejarah, belum pernah kita temukan bahwa Rasulullah saw. berlaku kasar atau mengumpat terhadap istrinya. Jangankan mengumpat, memanggil istrinya pun Rasulullah saw. selalu menggunakan nama kesayangan yang sangat romantis.

Sayyidah 'Aisyah menuturkan, "Pada suatu hari Rasulullah saw. berkata kepadaku, 'Wahai 'Aisy (panggilan kesayangan 'Aisyah radhiyallahu 'anha), Malaikat Jibril 'alaihissalam tadi menyampaikan salam untukmu."

Bahkan di saat istrinya melakukan kesalahan pun, beliau juga berlaku bijak. Rasulullah saw. selalu berpesan kepada para suami agar tetap berlaku lembut dan sabar meskipun terdapat hal-hal yang tidak disukai oleh suami dari sang istri. Walau bagaimana pun, hal itu tidak bisa menjadi alasan bagi suami untuk bertindak kasar terhadap istri. Karena, tujuan dari pernikahan adalah untuk menerima dan saling mengisi kekurangan satu sama lain.

Rasulullah saw. pernah bersabda,

لا يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةٌ إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خَلْقًا رَضِيَ آخَرَ (رواه مسلم)

"Janganlah seorang laki-laki mukmin (suami) marah kepada seorang wanita mukminah (istri). Jika memang tidak menyukai satu per- angainya, maka sukailah perangainya yang lain." (HR. Muslim)

Lihatlah betapa Rasulullah saw. telah memberikan teladan kepada umatnya untuk selalu berlaku baik pada sang istri. Bahkan, meskipun beliau telah menjadi orang nomor satu sejagad raya dan telah menjadi kekasih sang pemilik jagad raya, tidak pernah sekalipun beliau memperlakukan seorang istri dengan tidak terhormat. Beliau selalu menjadikan seorang istri sebagai pendamping hidup yang memiliki kedudukan terhormat di samping suaminya. Tidak pernah beliau malu makan sepiring berdua dengan para istrinya. Bahkan, beliau tidak segan meminum air dalam gelas bekas istrinya.

Sayyidah Aisyah menuturkan,

كُنْتُ أَشْرَبُ وَأَنَا حَائِضُ، فَأُنَاوِلُهُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَضَعُ فَاهُ عَلَى مَوْضِعِ فِي فَيَشْرَبُهُ، وَأَتَعَرَّقُ الْعَرْقَ وَأَنَا حَائِضُ، فَأُنَاوِلُهُ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَضَعُ فَاهُ عَلَى مَوْضِعِ فِي. (رواه مسلم)

"Suatu ketika, aku minum dan aku sedang haid. Lantas, aku memberikan gelasku kepada Rasulullah saw. dan beliau meminumnya dari mulut gelas tempat aku minum. Dalam kesempatan lain, aku memakan sepotong daging, lantas beliau mengambil potongan daging itu dan memakannya tepat di tempat aku memakannya." (HR. Muslim)

Dalam berbagai kesempatan pun, beliau selalu menuturkan betapa tingginya kedudukan kaum wanita di sisi beliau. Mereka kaum hawa memiliki derajat yang agung nan tinggi.

Diriwayatkan, pada suatu ketika, 'Amr Bin Al-Ash pernah bertanya tentang permasalahan ini.

Rasul saw menjelaskan bahwa mencintai seorang istri bukanlah sesuatu hal yang dianggap tabu dan menyalahi syariat karena hal itu adalah sifat yang normal bagi seorang laki-laki.

'Amr Bin Al-Ash pun pernah bertanya kepada Rasulullah saw., "Siapakah orang yang paling engkau cintai?"

Beliau pun menjawab, "Aisyah."

Barang siapa yang ingin mendapatkan keharmonisan dalam rumah tangga, hendaklah ia perhatikan rumah tangga Rasulullah saw. bersama istri-istrinya. Rasulullah saw. tidak pernah melewatkan waktu sedikit pun untuk memba- hagiakan istrinya.

Sayyidah 'Aisyah mengisahkan, "pada suatu ketika, aku ikut bersama Rasulullah saw. dalam sebuah lawatan. Pada waktu itu, aku masih seorang gadis yang ramping. Beliau saw. memerintahkan rombongan agar bergerak terlebih dahulu. Mereka pun berangkat mendahului kami.

Kemudian beliau berkata kepadaku, "Kemarilah! Sekarang, kita berlomba lari."

Aku pun meladeninya dan akhirnya aku dapat mengungguli beliau. Beliau saw. hanya diam saja atas keunggulanku tadi.

Hingga pada kesempatan lain, ketika aku sudah agak gemuk, aku ikut bersama beliau dalam sebuah lawatan. Beliau saw. memerintahkan rombongan agar bergerak terlebih dahulu. Kemudian beliau menantangku berlomba kembali. Dan akhirnya beliau dapat mengungguliku. Beliau tertawa seraya berkata, "Inilah penebus kekalahan yang lalu!" (H.R. Ahmad)

Sungguh, sebuah permainan yang sangat lembut dan mengesankan. Bagi seorang Nabi teragung dan termulia di seluruh alam, masih berusaha mencarikan waktu sebisa mungkin membahagiakan istrinya. Beliau sengaja perintahkan rombongan untuk berangkat terlebih dahulu agar memiliki waktu untuk menghibur istrinya. Dari kisah ini, menunjukkan bahwa, mencintai dan menghibur istri merupakan sesuatu yang memang diajarkan oleh Rasulullah saw. kepada umatnya. Beliau tidak pernah mengajarkan kepada umatnya untuk sombong atau merasa lebih baik terhadap sang istri. Setinggi apa pun derajat dan pangkat seorang suami, haruslah ia tetap tawadhu' dan rendah hati kepada istrinya. Bahkan, diriwayatkan Rasulullah saw. pernah berlutut sembari mempersilahkan istrinya, yakni Shafiyyah Binti Huyay untuk naik ke atas unta dengan menginjak lutut Rasul sebagai pijakan. Pemandangan yang menyejukkan dan memberikan contoh ketawadhu'an seorang suami kepada istri.

Di tengah kesibukan beliau dalam berdakwah dan mengatur kaum muslimin, beliau masih menyempatkan diri untuk membantu pekerjaan istrinya di rumah. Padahal, beliau memiliki kesibukan dan mobilitas yang sangat tinggi sehari-harinya untuk menunaikan kewajiban menyampaikan risalah kenabian yang beliau emban dari Allah Swt.

Sahabat Urwah pernah bertanya kepada Sayyidah 'Aisyah, "Wahai ummul mukminin, apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw. ketika ia bersamamu di rumah?"

'Aisyah menjawab, "Beliau melakukan kegiatan sebagaimana yang dilakukan salah seorang dari kalian jika sedang membantu istri di rumah. Beliau mem- perbaiki sandalnya, menjahit bajunya, dan mengangkat air di ember."

Ibnu Hajar menjelaskan faidah hadis ini dan mengatakan, "Hadis ini men- ganjurkan untuk bersikap rendah hati dan meninggalkan kesombongan. Dan hendaklah seorang suami membantu istrinya."

Sebagian suami ada yang merasa gengsi dan malu ketika melakukan pekerjaan rumah tangga yang biasa dilakukan sang istri. Menurut mereka, tidak ada dalam kamus seorang suami mencuci pakaian sendiri atau merapikan rumah dan melakukan pekerjaan rumah tangga lainnya. Seolah mereka menjadikan istri-istri mereka seorang pembantu yang harus melayani mereka setiap hari. Para suami lupa, sebenarnya segudang pekerjaan rumah yang dilakukan oleh sang istri bukan kewajiban istri, melainkan kewajiban suami sendiri. Namun, karena sifat patuh dan taat kepada suami yang dimiliki para istri lah yang membuat mereka rela melakukannya.

Dalam berbagai permasalahan pun, Rasulullah saw. selalu menghadapinya dengan tenang dan bijak. Seberapa pun besarnya permasalahan tersebut, tidak pernah Rasulullah menanggapi masalah itu dengan emosi. Beliau juga mampu menenangkan istri-istrinya jika timbul kecemburuan di antara mereka. Sebagian suami, tidak mampu mengatasi permasalahan istrinya dengan tenang dan bijak. Padahal, mereka tidak sesibuk Rasulullah saw. dan istri mereka pun tidak sebanyak Rasulullah saw.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url