Berakhlak

لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أَسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَن كَانَ يَرْجُوا اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخر وذكر الله كَثِيرًا

"Sungguh telah ada pada diri Rasulullah saw. suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharapkan (rahmat) Allah Swt. dan (kedatangan) hari kiamat. Dan bagi orang yang banyak mengingat Allah Swt."(Al-Ahzab ayat 21)

Al-Qur'an selain berfungsi sebagai mukjizat, ia juga merupakan potret utuh sosok baginda agung Nabi Muhammad saw. Keindahan perangainya menentramkan jiwa. Kesempurnaan akhlaknya menjadi peradaban umat. Keluhuran budi pekerti beliau menjadi suri teladan sempurna bagi seluruh makhluk alam semesta. Kesopanan dan kesantunan perilaku yang beliau tunjukkan atas seizin-Nya mampu mengubah kesesatan kaum jahiliyah menuju jalan yang diridai-Nya. Beliaulah gambaran indah sosok manusia yang menjadi utusan dari Tuhan yang maha indah. Sebagaimana firman Allah Swt. (Al-Qalam: 64);

وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ

"Dan sesungguhnya, engkau benar-benar berbudi pekerti luhur."

Maka, tidak heran ketika Sayyidah Aisyah, istri Rasulullah saw. ditanya mengenai bagaimana akhlak beliau, Sayyidah Aisyah menjawab singkat, "Akhlak Rasulullah Saw. adalah Alquran."

Jika kita ingin lebih jauh mengetahui bagaimana akhlak Rasulullah saw, maka lihatlah dan pelajarilah Alquran. Karena seluruh nilai-nilai mulia yang terdapat dalam Alquran, beliau terjemahkan dalam tingkah laku serta budi pekerti beliau sehari-hari.

Memang, periode dakwah Rasulullah saw. di Mekah tidak saja bertugas mengembalikan ajaran tauhid yang telah terkubur oleh penyimpangan keyakinan primitif. Rasulullah saw. juga diutus untuk membentuk dan membina akhlak umatnya dengan norma-norma serta perilaku kemanusiaan yang beradab. Sehingga, tingkah laku mereka merupakan pengejawentahan sikap tauhid dan keimanan, sedang tradisi mereka beralih isi tersusupi oleh nilai-nilai keislaman.

Nabi Muhammad saw. memang lain daripada yang lain. Kesempurnaan penciptaan fisik dan akhlak beliau tidak cukup diungkapkan melalui kata- kata. Semua hati pasti akan kagum dan berusaha menyanjung perangai beliau dengan sanjungan yang tidak pernah diucapkan kepada manusia lain. Orang-orang yang pernah hidup bersama beliau pasti akan jatuh cinta terhadap budi pekertinya yang sangat agung. Sehingga mereka rela berkorban apapun demi mendapatkan balasan cinta dari beliau. Tidak peduli bahaya apapun yang bakal menimpa mereka.

Mentalitas spiritual yang Rasulullah Saw. ajarkan kepada para sahabatnya, merupakan tonggak utama untuk berakhlak dengan ajaran tauhid. Hal itu tidak semudah pengajaran tauhid yang bisa disampaikan hanya melalui lisan, pengajaran akhak harus diajarkan dengan aksi nyata agar mudah dipahami dan diteladani. Sungguh hanya beliau lah yang pantas untuk melakukan hal itu semua, karena dalam diri beliau telah terpatri akhlak yang mulia serta teladan yang sempurna.

"Kamu adalah akhlakmu. Tanpa akhlak, manusia hanyalah seonggok daging berjalan. Tidak enak dimakan, tidak laku dijual."

Pentingnya Akhlak Baik

Rehabilitasi norma dan etika adalah hal yang konkret dan solutif disaat kondisi zaman semakin terpuruk akibat demoralisasi setiap generasi. Problematika moral masih menjadi polemik yang gencar dibahas diberbagai kalangan, mulai dari rakyat biasa sampai kalangan cendekia, karena memang perilaku baik merupakan pengawal utama dari kemajuan peradaban manusia.

Sebagai rahmat untuk semesta alam, Rasulullah Saw. selalu menebarkan belas kasih serta nilai-nilai universal kemanusian yang sangat menekankan pentingnya budi pekerti. Sebagaimana sabda Rasulullah saw,

إنَّمَا بُعِثْتُ لِأُنهُم مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ

"Sungguh, aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia.

Oleh karenanya, Rasulullah saw. selalu mengajarkan pada umatnya bahwa sepintar apa pun seseorang, setampan, dan secantik apa pun manusia, jika tidak dibarengi dengan akhlak yang mulia, anugerah berupa kesempurnaan akal dan paras wajah tidak akan berarti apa-apa. Sebagaimana doa yang diajarkan Rasulullah saw. di saat bercermin,

اللَّهُمَّ كَمَا حَسَّنْتَ خَلْقِي فَحَسِّنْ خُلُقِي (رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ)

"Ya Allah, sebagaimana engkau menyempurnakan penciptaanku maka perbaikilah budi lakuku." (HR. Abu Dawud)

Anjuran ini dimaksudkan agar umat Islam lebih memperjuangkan dan mengutamakan budi laku yang secara substansial merupakan replika kesempurnaan penciptaaan raga manusia. Dengan kata lain, introspeksi diri dari lahir ke batin.

Seorang mukmin akan menjadi mulia karena agamanya, mempunyai in- tegritas kepribadian karena akalnya, dan menjadi terhormat karena akhlaknya. Moralitas tidak akan terbentuk dan terwujud tanpa adanya keimanan dalam diri seseorang, yakni moral yang baik sebagai landasan iman yang paling utama. Allah Swt. sangat mencintai kesempurnaan akhlak agar upaya dan tugas manusia sebagai khalifah di bumi terlaksana sebagaimana mestinya.

Baca Juga : Bersosial

Akhlak Rasulullah Saw.

Rasulullah adalah prinsip ideal bagi moral seluruh umat manusia dalam berbagai sektor kehidupan, baik hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhan maupun hubungan horizontal antarsesama manusia. Betapa beliau sangat memperhatikan dan menganggap akhlak sebagai hal yang sangat penting dalam kehidupan. Bahkan, pada suatu saat, beliau pernah ditanya, "Perbuatan apakah yang paling banyak memasukkan manusia ke dalam surga?" Rasulullah saw menjawab, "Bertakwa kepada Allah Swt. dan berbudi pekerti luhur."

Hal tersebut beliau tunjukkan bukan hanya dengan kata-katanya yang mulia. Dalam aksi nyata, beliau selalu mencontohkan bagaimana seharusnya seorang muslim yang berbudi pekerti baik.

Baik para sahabat atau pun musuh-musuh beliau telah mengakui bahwa Nabi Muhammad saw. adalah orang yang paling besar amanahnya dan paling jujur perkataannya. Beliau selalu mampu menahan diri dari segala godaan dan propaganda musuh-musuh beliau. Sebelum kenabian disandang pun, beliau sudah memiliki sifat-sifat ini. Beliau telah bergelar Al Amin (orang yang terpercaya) sebelum beliau diangkat menjadi nabi dan rasul.

Terkait : Istri Berpenampilan Glamor

Beliau juga merupakan orang yang sangat pemalu dan suka menundukkan pandangan. Tidak pernah beliau memandang lama terhadap wajah seseorang. Lebih banyak memandang ke arah tanah daripada memandang ke arah langit. Abu Sa'id Al-Khudri berkata, "Beliau adalah orang yang lebih pemalu daripada gadis di tempat pingitannya. Jika tidak menyukai sesuatu, maka bisa diketahui cukup dari raut wajahnya."

Saat menyifati Nabi saw., Al Farazdak juga berkata dalam syairnya,

"Menunduk karena malu dan menunduk karena enggan. Tiada berbicara dengan seseorang kecuali saat tersenyum."

Kerendahan hati beliau selalu membuat leleh hati orang yang melihatnya. Beliau tidak ingin sahabatnya berdiri menyambut kedatangan beliau dengan penuh penghormatan, sebagaimana yang dilakukan bawahan kepada para raja. Meskipun sejatinya beliau lebih agung dari raja di kerajaan mana pun. Beliau terbiasa duduk bersama orang miskin, menjenguk orang sakit, bahkan memenuhi undangan dari seorang hamba sahaya.

Baca Juga: Allah Pamerkan Umat Muhammad Kepada Nabi Musa

Dikisahkan, setiap Nabi saw. ingin berangkat ke arah Kakbah, beliau selalu diludahi oleh salah seorang Yahudi yang disewa Abu Jahl untuk menyakiti beliau di tempat yang biasa dilalui. Dalam keadaan seperti itu, beliau tetap bersabar dan tidak marah sedikit pun meskipun mendapat perlakuan tersebut berhari- hari. Bahkan, ketika suatu hari Yahudi tersebut tidak terlihat di tempat biasanya, beliau berusaha mencari tahu. Ternyata, Yahudi tersebut sedang sakit. Dengan jiwa pemaaf dan penyayangnya, Rasulullah saw. menjenguk Yahudi tersebut yang akhirnya membuat Yahudi tersebut terharu. Karena orang yang selama ini ia olok-olok, lecehkan, dan sakiti setiap hari menjadi orang pertama yang menjenguknya di kala sakit, setelah berhari-hari tiada satu pun orang yang menjenguknya. Yahudi itu pun langsung masuk Islam.

Rasulullah adalah orang yang sangat pemurah, lembut dan dermawan. Bukan hanya kepada para sahabat dan keluarga beliau, terhadap orang-orang yang memusuhi pun beliau sangat pemurah dan pemaaf. Sekian banyak

gangguan yang tertuju kepada beliau, sama sekali tidak membuat beliau marah. Justru membuat beliau menjadi lebih sabar.

Aisyah berkata, "Beliau tidak pernah membalas untuk dirinya sendiri, kecuali jika ada pelanggaran terhadap kehormatan Allah swt. Di saat membalas pun beliau membalas karena Allah Swt. Beliau adalah orang yang paling tidak mudah marah dan paling cepat rida."

Jabir berkata, "Tidak pernah Nabi saw. dimintai sesuatu, lalu menjawab, 'tidak"."

Di saat perang pun Rasulullah saw. memberikan teladan akhlak yang mulia. Praktik mulia pada kondisi perang bukanlah pengecualian. Sehingga, amat dikenal peperangan dalam Islam adalah praktik akhlak peperangan yang sempurna. Umumnya pasukan yang menang atau lebih superior, mereka menolak untuk diajak memberhentikan peperangan. Karena mereka memiliki kesempatan untuk mengalahkan musuh, lalu menguasai daerah mereka. Dan kita lihat, negara atau kaum yang lemah, biasanya mereka mengajukan perjanjian damai. Bagi mereka yang kuat, ekspansi pun akan terus berlanjut. Bukan saja nyawa yang hilang, tetapi malapetaka penjajahan dilakukan. Kondisi demikian tidak pernah terjadi sama sekali di zaman Rasulullah saw.

Rasulullah saw. tidak pernah menjadikan perang sebagai solusi utama. Hal itu beliau tempuh sebagai alternatif terakhir untuk membela diri. Beliau yakin bahwa orang-orang yang memerangi beliau tidak mengetahui tentang Islam. Jika mereka tahu Islam, niscaya mereka akan memeluk Islam bahkan membelanya. Karena itu, Rasulullah saw. dalam peperanganya berkeinginan kuat untuk tidak menumpahkan darah musuhnya. Dan beliau mempersiapkan hal itu dengan sebaik-baiknya. Sekiranya orang-orang yang tidak mengenal Islam itu mempelajari Islam sebelum mereka mengambil sikap, niscaya mereka tahu bahwa syariat Islam adalah syariat yang penuh kasih sayang.

Rasulullah saw. pernah marah kepada Usamah Bin Zaid r.a. karena ia membunuh seseorang yang mengucapkan syahadat tatkala perang berkecamuk. Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, Rasulullah saw. pernah mengirim suatu pasukan menghadapi kaum musyrikin. Ketika kedua pasukan tersebut bertemu, orang-orang musyrik langsung menyerang orang muslim. Sedang kaum muslimin hanya menunggu mereka lalai. Perawi hadis mengatakan, "Kami mem- pertanyakan apa yang dilakukan oleh Usamah Bin Zaid. Ketika ia mengangkat pedangnya, orang musyrik yang diperanginya mengucapkan laa ilaaha illallah. Namun, Usamah tetap membunuhnya. Lalu, datanglah orang kepada Nabi saw. bertanya dan mengabarkan kepada beliau tentang apa yang dilakukan Usamah.

Menari dibaca : Cincin Lamaran

Rasulullah memanggil Usamah dan bertanya, "Mengapa engkau lakukan itu?" Usamah menjawab, "Wahai Rasulullah, dia telah menyakiti umat Islam dan telah membunuh fulan dan fulan (Usamah menyebutkan beberapa nama). Aku telah mengalahkannya. Ketika ia melihat pedangku, barulah ia mengucapkan laa ilaaha illallah."

Rasulullah saw. menanggapi, "Jadi engkau membunuhnya?!" "Iya," jawab Usamah.

Rasulullah saw. bersabda, "Apa yang akan engkau pertanggungjawabkan dengan kalimat laa ilaaha illallah pada hari kiamat nanti?"

Usamah berkata, "Wahai Rasulullah, doakan ampunan untukku."

Rasulullah tetap mengatakan, "Apa yang akan engkau pertanggung- jawabkan dengan kalimat laa ilaaha illallah pada hari kiamat nanti?" Dan beliau terus-menerus mengulangi kalimat tersebut. (H.R. Muslim dalam Kitabul Iman).

Inilah sikap Rasulullah saw. terhadap orang yang memerangi beliau. Beliau tetap bersikap adil. Padahal Usamah bin Zaid termasuk orang kesayangan beliau. Orang yang dibunuh Usamah ini bukanlah orang kafir biasa. Ia adalah seseorang yang telah menyakiti dan membunuh beberapa orang dari umat Islam. Kemudian, Usamah berhasil mengalahkannya. Saat ia mengangkat pedangnya untuk tebasan terakhir, orang tersebut mengucapkan laa ilaaha illallah. Dalam keadaan demikian, pasti orang-orang akan mengatakan apa yang Usamah katakan. Yakni, ucapan kalimat laa ilaaha illallah hanyalah sebagai taktik melindungi diri agar tidak terbunuh. Jika tidak dalam keadaan terdesak, ia tidak akan mengatakan kalimat tauhid tersebut. Namun, Rasulullah saw. tidak menerima alasan tersebut.

Sikap Rasulullah ini menunjukkan bahwa beliau ingin agar darah itu tidak tertumpah dan memaafkan orang tersebut. Perhatikanlah! Adakah sikap ini dalam benak para pemimpin dunia dari kalangan nonmuslim? Tentu tidak akan kita dapati. Sikap demikian hanya akan didapati pada orang-orang yang berperang dengan niat seperti niat berperangnya Rasulullah saw dan para sa- habatnya, yaitu mengajak orang yang kafir menjadi beriman. Mengajak mereka ke surga dan terhindar dari neraka. Inilah bentuk kasih sayang yang begitu indah untuk direnungkan.

Rasulullah saw. tidak mensyaratkan musuh memeluk Islam, baru perang dihentikan. Beliau menempuh cara apa pun agar peperangan segera berhenti dan darah musuh tidak tertumpah. Walaupun perdamaian diajukan musuh tatkala mereka benar-benar lemah dan terdesak. Imam Ibnu Katsir rahimahullah meriwayatkan, "Ketika orang-orang Yahudi yakin mereka akan kalah karena telah dikepung oleh Rasulullah saw. selama 14 hari, mereka mengutus Ibnu Abi Al-Huqaiq. la mengadakan perjanjian damai dengan Rasulullah. Beliau sepakat untuk menghentikan pertumpahan darah, namun mereka dikeluarkan dari Khaibar dan menyerahkan harta benda dan hewan tunggangan mereka kepada Rasulullah saw., kecuali yang melekat pada diri mereka, yakni pakaian. Kemudian, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

وبَرِئَتْ مِنْكُمْ ذِمَةُ اللَّهِ وَذِمَةُ رَسُولِهِ إِنْ كَتَمْتُمْ شَيْئًا

"Jaminan Allah dan Rasul-Nya terlepas dari kalian jika kalian me- nyembunyikan sesuatu." (Sirah Nabawiyah oleh Ibnu Katsir, 3: 367).

Yahudi Khaibar adalah mereka yang memiliki keinginan kuat dan mengerahkan segala kemampuan untuk memerangi umat Islam. Hal itu telah mereka lakukan dua tahun sebelum terjadi Perang Khaibar. Namun, Rasulullah saw. tetap menerima permintaan damai mereka dan melindungi darah mereka. Ketika membaca beberapa peperangan Nabi Muhammad saw., baik perang yang langsung beliau pimpin atau yang beliau amanahkan kepada seorang sahabat untuk memimpinnya, jelaslah ketinggian metode perang nabawi ini. Perang ini menunjukkan kedalaman iman. Menunjukkan mulianya generasi awal yang mengikuti beliau.

Sifat-sifat di atas hanyalah sebagian kecil dari akhlak Rasulullah saw. Kemuliaan adab tersebut adalah misi Rasulullah saw. yang harus terus diperjuangkan. Bukan sekedar diceritakan atau menjadi slogan yang selalu digaungkan dan dituliskan dalam berbagai media. Karena, akhlak adalah hakikat diri manusia. Jika baik, maka itulah dirinya. Jika buruk pun, itulah dirinya. Semoga kita bisa selalu berusaha meniru dan meneladani akhlak serta budi laku yang telah diajarkan beliau, Sang Nabi panutan seluruh alam.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url