Hukum Meminta-Minta: Antara Kepura-puraan dan Eksploitasi Rasa Malu

Fenomena peminta-minta dengan berbagai modus masih marak ditemukan di Indonesia. Mulai dari yang menampakkan diri dengan pakaian compang-camping, berpura-pura menjadi penyandang disabilitas, hingga modus penyedia jasa di lampu merah atau peminta sumbangan lembaga fiktif.

Namun, di balik aksi tersebut, terdapat batasan hukum Islam yang tegas mengenai kehalalan harta yang didapatkan melalui cara-cara yang tidak benar.

Modus Kepura-puraan (Penipuan)

Jika seseorang meminta-minta dengan berpura-pura (seperti memalsukan kondisi fisik atau lembaga), maka harta yang diterima adalah haram. Hal ini dikarenakan pemberi memberikan hartanya atas dasar informasi palsu. Jika pemberi tahu kondisi sebenarnya, tentu ia tidak akan memberi.

Mengeksploitasi Rasa Malu (Ghashab)

Seringkali seseorang memberi bukan karena ikhlas, melainkan karena merasa malu atau sungkan. Misalnya, pengamen yang mendatangi orang yang sedang makan, atau permintaan donasi di depan publik yang membuat calon pemberi merasa tertekan jika tidak memberi.

Dalam konteks ini, Ibnu Hajar al-Haitami menegaskan:

وَآخِذُ مَالِ غَيْرِهِ بِالْحَيَاءِ لَهُ حُكْمُ الْغَاصِبِ

Artinya: “Dan orang yang mengambil harta orang lain dengan motif malu, mempunyai hukum sama dengan orang yang ghashab (merampas).” (Tuhfatul Muhtaj, juz 6, hal. 3).

Imam al-Ghazali juga menambahkan bahwa harta yang didapat dari menekan rasa malu orang lain tidak dapat dimiliki secara sah:

وَقَدْ قَالَ الْغَزَالِيُّ مَنْ طَلَبَ مِنْ غَيْرِهِ مَالًا فِي الْمَلَأِ فَدَفَعَهُ إلَيْهِ لِبَاعِثِ الْحَيَاءِ فَقَطْ لَمْ يَمْلِكْهُ وَلَا يَحِلُّ لَهُ التَّصَرُّفُ فِيهِ

Artinya: “Barangsiapa yang meminta harta kepada orang lain di mata publik karena semata-mata ingin membangkitkan rasa malunya orang yang diminta... maka harta tersebut tidak bisa menjadi hak milik peminta sehingga ia tidak halal untuk menggunakannya.”

Fenomena "Tamu Tak Diundang" pada Resepsi

Kasus serupa juga terjadi pada orang yang menyerobot masuk ke acara resepsi (walimah) tanpa undangan. Jika tuan rumah menjamunya hanya karena rasa sungkan atau malu, maka makanan tersebut menjadi haram bagi si pengunjung.

Dalam kitab Is’adur Rafiq dijelaskan:

(و) منها (التطفل فى الولائم) ... (وهو الدخول على طعام الغير ليأكل منه (بغير اذن) ... (او) هو الاتيان الى باب اهل الوليمة، فلما رأوه (ادخلوه) ليأكل (حياء) منه. قال فى الزواجر: وهو من الكبائر لانه من اكل اموال الناس بالباطل.

Artinya: "Di antara maksiat badan adalah menyerobot jamuan makan orang lain tanpa izin... atau mendatangi pintu penyelenggara sehingga tuan rumah menyuruhnya masuk karena malu. Imam Ibnu Hajar Al-Haitami dalam Az-Zawajir mengatakan hal tersebut termasuk dosa besar karena memakan harta orang lain dengan cara bathil." (Is’adur Rafiq, juz 2, hal. 134).

Memberi Karena Takut (Premanisme)

Bagaimana jika pemberian dilakukan karena takut akan ancaman atau gangguan keselamatan? Praktik peminta-minta yang disertai ancaman (premanisme) hukumnya juga haram. Syihabuddin ar-Ramli dalam Tuhfatul Muhtaj mengutip Al-Ihya’:

قَالَ فِي الْإِحْيَاءِ: لَوْ طَلَبَ مِنْ غَيْرِهِ هِبَةَ شَيْءٍ فِي مَلَأٍ مِنْ النَّاسِ فَوَهَبَهُ مِنْهُ اسْتِحْيَاءً مِنْهُمْ... وَكَذَا كُلُّ مَنْ وُهِبَ لَهُ شَيْءٌ لِاتِّقَاءِ شَرِّهِ أَوْ سِعَايَتِهِ

Artinya: "Begitu pula setiap sesuatu yang diberikan karena kekhawatiran perilaku buruk (gangguan) dari orang yang meminta-minta tersebut (hukumnya haram)." (Tuhfatul Muhtaj Syarah al-Minhaj, juz 5, hal. 422).

Kesimpulan

Menjadi pengemis tanpa adanya keadaan darurat yang mendesak adalah perbuatan terlarang. Rasulullah ﷺ memberikan peringatan keras bahwa orang yang sengaja meminta-minta tanpa kebutuhan mendesak akan dibangkitkan pada hari kiamat dengan wajah yang hanya berupa tulang tanpa daging.

Poin Penting:

  • Harta yang didapat melalui kepura-puraan, eksploitasi rasa malu, atau intimidasi berstatus haram.

  • Secara hukum, hal ini disamakan dengan pemalakan halus maupun kasar.

  • Penerima wajib mengembalikan harta tersebut kepada pemilik aslinya karena tidak terjadi serah terima yang sah secara syariat.