Saham Syariah vs Saham Konvensional: Beda Prinsip, Sama-sama Bisa Cuan!
Kamu pasti sering dengar kata saham, kan? Apalagi kalau nongkrong di TikTok Finansial atau dengerin konten cuan-cuanan di YouTube. Tapi, tahukah kamu kalau di Indonesia ada dua jenis saham utama: saham konvensional dan saham syariah? Nah, keduanya sama-sama bisa bikin kamu untung, tapi punya prinsip dan jalur hukum yang berbeda.
Yuk, kita bahas tuntas, biar kamu makin melek finansial dan tahu mana yang cocok buat kamu—konvensional atau syariah!
Apa Itu Saham?
Secara bahasa, kata saham berasal dari bahasa Arab “س-هـ-م” (sahama) yang berarti bagian atau porsi. Dalam dunia keuangan, saham adalah surat berharga yang membuktikan kalau seseorang ikut menanamkan modal ke dalam sebuah perusahaan. Jadi, kalau kamu punya saham di sebuah perusahaan, berarti kamu punya bagian kepemilikan di situ.
Orang yang memegang saham disebut stockholder atau pemegang saham. Nah, mereka berhak mendapatkan dividen alias bagian dari keuntungan perusahaan setiap akhir periode keuangan.
Dua Jenis Saham di Indonesia
Di Indonesia, saham dibedakan jadi dua:
-
Saham Konvensional
-
Saham Syariah
Sekilas sama, tapi prinsip dasarnya beda banget. Mari kita kulik satu-satu.
1. Saham Konvensional: Jalur Umum Dunia Investasi
Saham konvensional adalah jenis saham yang diterbitkan oleh perusahaan yang tidak secara khusus menyatakan diri beroperasi dengan prinsip syariah. Tapi, jangan langsung menganggap saham konvensional itu haram ya! Banyak juga perusahaan konvensional yang tidak melanggar prinsip syariah, misalnya tidak berurusan dengan riba, judi, atau bisnis yang dilarang agama.
Contoh saham konvensional yang populer di Indonesia antara lain:
-
BBCA (Bank Central Asia Tbk)
-
TLKM (Telkom Indonesia Tbk)
-
UNVR (Unilever Indonesia Tbk)
Meskipun tidak berlabel syariah, ada di antara mereka yang secara praktik masih sesuai dengan nilai-nilai etis Islam. Saham seperti ini sering disebut sebagai saham syariah pasif, karena tidak mengklaim diri sebagai lembaga syariah, tapi juga tidak melanggar prinsip-prinsipnya.
2. Saham Syariah: Investasi Halal dan Etis
Nah, kalau saham syariah, ini adalah saham yang secara resmi mengikuti prinsip-prinsip syariah Islam dan sudah diawasi oleh lembaga berwenang seperti Dewan Syariah Nasional (DSN-MUI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Saham syariah bisa dikelompokkan jadi dua tipe juga:
-
Saham Syariah Aktif: perusahaan yang secara tegas menyatakan diri beroperasi dengan prinsip syariah dan terdaftar di Daftar Efek Syariah (DES).
Contoh: BRIS (Bank Syariah Indonesia Tbk), JSMR (Jasa Marga Tbk), dan KLBF (Kalbe Farma Tbk). -
Saham Syariah Pasif: perusahaan yang tidak menyebut diri sebagai syariah, tapi setelah dicek, operasional dan pendapatannya sesuai dengan prinsip Islam. Misalnya, tidak ada unsur riba, judi (maisir), ketidakpastian (gharar), atau penipuan (ghabn).
Lalu, Apa Bedanya Secara Praktik?
Bedanya bukan cuma di label. Perbedaan antara saham konvensional dan syariah juga bisa dilihat dari cara penyelesaian sengketa hukum dan prinsip keuangan yang dipakai.
-
Kalau perusahaan beroperasi secara konvensional (baik murni maupun pasif), sengketa diselesaikan lewat pengadilan umum atau arbitrase konvensional.
-
Tapi kalau saham syariah aktif, maka setiap sengketa diselesaikan lewat pengadilan agama atau lembaga arbitrase syariah.
Artinya, jalur hukum dan cara penyelesaiannya juga mengikuti prinsip agama.
Kenapa Harus Ada Saham Syariah?
Pertanyaan ini sering banget muncul: “Kenapa sih, harus ada label syariah di saham atau lembaga keuangan?”
Jawabannya sederhana — untuk jaminan halal dan kejelasan hukum.
Ada tiga alasan utama kenapa institusionalisasi syariah penting banget di Indonesia:
-
Landasan Yuridis
Berdasarkan UUD 1945 Pasal 29 ayat (1) dan (2), negara menjamin kemerdekaan warga negara untuk beragama dan beribadah sesuai kepercayaannya. Jadi, negara wajib menghadirkan sistem ekonomi yang sesuai syariat bagi umat Islam. -
Mayoritas Muslim
Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Jadi wajar banget kalau mereka butuh sistem ekonomi dan investasi yang halal dan bebas dari riba. -
Prinsip Kehalalan dalam Muamalah
Dalam Islam, praktik bisnis harus terbebas dari unsur riba (bunga), maisir (judi), gharar (ketidakpastian), ghabn (penipuan), dan dlarar (merugikan). Saham syariah hadir untuk memastikan bahwa investasi yang kamu lakukan benar-benar bersih dari unsur haram.
Saham Syariah = Jaminan Halal untuk Investor Muslim
Dengan adanya label syariah, investor muslim bisa lebih tenang berinvestasi karena negara melalui OJK dan DSN-MUI menjamin bahwa mekanisme transaksi dan pembagian keuntungan (dividen) sesuai dengan prinsip Islam.
Misalnya, perusahaan syariah tidak boleh menempatkan dana di bank konvensional untuk mendapatkan bunga. Mereka hanya boleh melakukan kegiatan usaha yang halal seperti perdagangan, industri, dan jasa halal.
Kalau ternyata ada lembaga syariah yang melanggar prinsip tersebut, negara punya kewenangan untuk menghapus status syariahnya. Dengan begitu, masyarakat muslim tidak lagi bingung menentukan mana investasi yang halal dan mana yang tidak.
Apakah Saham Syariah Selalu Lebih Baik?
Belum tentu lebih cuan, tapi jelas lebih tenang. Saham syariah cenderung lebih stabil karena menghindari spekulasi dan utang berbunga tinggi. Investor yang memilih saham syariah biasanya berorientasi pada investasi jangka panjang dan keberkahan, bukan sekadar keuntungan cepat.
Tapi, bukan berarti saham konvensional itu buruk. Selama kamu memahami risikonya dan memilih perusahaan yang etis, keduanya bisa jadi pilihan bagus tergantung pada nilai dan tujuan kamu.
Penutup: Investasi Halal Itu Gaya Hidup Finansial Baru Gen Z
Di era digital seperti sekarang, investasi sudah bukan hal eksklusif lagi. Kamu bisa beli saham syariah langsung lewat aplikasi seperti Bibit, IPOT Syariah, atau BCAS Syariah, tanpa ribet dan tetap sesuai prinsip Islam.
Intinya, investasi itu bukan cuma soal cuan, tapi juga soal keberkahan. Dengan memilih saham syariah, kamu bukan hanya berinvestasi untuk masa depan finansial, tapi juga untuk masa depan spiritual.
Jadi, mau pilih jalur konvensional atau syariah?
Yang penting, pahami prinsipnya, pahami risikonya, dan pastikan halal serta legal.

0Komentar