Bab 6 : Jual Beli dan Akad Muamalah yang lain - Terjemah Ghoyah wa Taqrib

كِتَابُ الْبُيُوعِ وَغَيْرِهَا مِنَ الْمُعَامَلَاتِ

Jual Beli dan Akad Muamalah yang yain

الْبُيُوعُ ثَلَاثَةُ أَشْيَاءَ: بَيْعُ عَيْنٍ مُشَاهَدَةٍ فَجَائِةٌ، وَبَيْعُ شَيْءٍ مَوْصُوْفِ فِي الدِّمَّةِ فَجَائِزُ إِذَا وُجِدَتِ الصَّفَةُ عَلَى مَا وُصِفَ بِهِ، وَبَيْعُ عَيْنٍ غَائِبَةٍ لَمْ تُشَاهَدُ فَلَا يَجُوزُ وَيَصِحُ بَيْعُ كُلَّ طَاهِرٍ مُنْتَفَعُ بِهِ مَمْلُوكٍ، وَلَا يَصِحُ بَيْعُ عَيْنٍ نَجَسَةٍ، وَلَا مَا لَا مَنْفَعَةً فِيْهِ.

Akad jual beli ada tiga macam:
  1. Jual beli barang yang terlihat, hukumnya sah.
  2. Jual beli barang dalam tanggungan dengan hanya menyebutkan sifat-sifatnya, hukumnya sah jika sifat-sifat tersebut ada dalam barang yang dipesan.
  3. Jual beli yang tidak ada dan tidak terlihat, hukumnya tidak sah.

Setiap barang yang suci, bermanfaat dan dapat dimiliki maka sah diperjualbelikan. Akan tetapi tidak sah akad jual beli pada barang yang najis serta barang yang tidak bermanfaat.

Pasal : Riba

(فَضْلُ) وَالرِّبَا حَرَامٌ وَإِنَّمَا يَكُوْنُ فِي الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْمَطْعُوْمَاتِ وَلَا يَجُوْزُ بَيْعُ الذَّهَبِ بِالذَّهَبِ وَلَا الْفِضَّةِ كَذَلِكَ إِلَّا مُتَمَائِلًا نَقْدًا وَلَا بَيْعُ مَا ابْتَاعَهُ حَتَّى يَقْبِضَهُ وَلَا بَيْعُ اللَّحْمِ بِالْحَيَوَانِ وَيَجُوْزُ بَيْعُ الذَّهَبِ بِالْفِضَّةِ مُتَفَاضِلًا نَقْدًا وَكَذَلِكَ الْمَطْعُوْمَاتُ لَا يَجُوْزُ بَيْعُ الجنس مِنْهَا بِمِثْلِهِ إِلا مُتَمَائِلاً نَقْدًا وَيَجُوزُ بَيْعُ الجِنْسِ مِنْهَا بِغَيْرِهِ مُتَفَاضِلاً نَقْدًا وَلَا يَجُوْزُ بَيْعُ الْغَرُرِ.

Riba itu haram. Riba dapat berlaku pada emas, perak dan makanan, dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. Tidak diperbolehkan menjual emas dengan emas atau perak dengan perak, kecuali yang sepadan/ sama dan kontan dalam pembayaran dan serah terima (hukumnya sah).
  2. Tidak di perbolehkan menjual barang yang telah dibeli sebelum menerimanya (berada ditangannya).
  3. Tidak diperbolehkan menjual daging yang ditukar dengan binatang.
  4. Diperbolehkan (sah) menjual emas dengan perak yang berbeda ukuran dengan syarat dibayar secara kontan.
  5. Tidak diperbolehkan menjual jenis makanan dengan sejenisnya, kecuali jika sepadan dan kontan pembayarannya dan serah terimanya (hukumnya sah).
  6. Diperbolehkan menjual suatu jenis makanan dengan jenis makanan yang lain yang tidak sama dengan syarat harus kontan.
  7. Tidak diperkenankan akad jual beli yang mengandung unsur penipuan.

Pasal : Khiyar

(فَضْلُ) وَالْمُتَبَايِعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا وَلَهُمَا أَنْ يَشْتَرِطَا الْخِيَارَ إِلَى ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ وَإِذَا وُجِدَ بِالْمَبِيْعِ عَيْبُ فَلِلْمُشْتَرِي رَدُّهُ وَلَا يَجُوْزُ بَيْعُ الشَّمْرَةِ مُطْلَقًا إِلَّا بَعْدَ بُدُةٍ صَلَاحِهَا وَلَا بَيْعُ مَا فِيْهِ الرِّبَا بِجِنْسِهِ رَطْبًا إِلَّا اللَّبَنَ.

Masing-masing penjual dan pembeli diperkenankan melakukan Khiyar (memilih antara meneruskan akad atau membatalkannya) dengan syarat:
  1. Keduanya belum berpisah dari tempat transaksi (hal ini yang dinamakan dengan Khiyar Majlis).
  2. Adanya syarat Khiyar dalam akad sampai jangka maksimal tiga hari (hal ini yang dinamakan dengan Khiyar syarat).
  3. Ditemukannya a'ib atau cacat baik dalam barang yang hendak ditawarkan atau dalam uangnya (biasa disebut dengan Khiyar A'ib).

Tidak diperbolehkan jual beli buah-buahan yang masih bergelantungan dengan pohonnya secara mutlak (tanpa ada syarat langsung dipetik) kecuali jika buah tersebut sudah layak untuk dipetik (sudah jelas keranuman buah tersebut).

Tidak diperbolehkan juga jual beli barang yang mengandung hukum riba dengan barang yang sejenis dalam keadaan basah (seperti jual beli anggur basah dengan anggur basah) kecuali air susu (maka boleh memperjual belikan susu dengan susu lain yang basah).

Pasal : Akad Salam

(فَضْلُ) وَيَصِحُ السَّلَمُ حَالًا وَمُؤَجَّلًا فِيْمَا تَكَامَلَتْ فِيْهِ خَمْسُ شَرَائِطَ : أَنْ يَكُوْنَ مَضْبُوْطًا بِالصِّفَةِ، وَأَنْ يَكُوْنَ جِنْسًا لَمْ يَخْتَلِطُ بِهِ غَيْرُهُ، وَلَمْ تَدْخُلُهُ النَّارُ لِإِحَالَتِهِ، وَأَنْ لَا يَكُوْنَ مُعَيَّنًا، وَلَا مِنْ مُعَيَّنٍ. ثُمَّ لِصِحَةِ الْمُسْلَمِ فِيْهِ ثَمَانِيَةُ شَرَائِطَ وَهُوَ أَنْ يَصِفَهُ بَعْدَ ذِكْرِ جِنْسِهِ وَنَوْعِهِ بِالصِّفَاتِ الَّتِي يَخْتَلِفُ بِهَا الثَّمَنُ، وَأَنْ يَذْكُرَ قَدْرَهُ بِمَا يُنْفِي الْجَهَالَةَ عَنْهُ، وَإِنْ كَانَ مُؤَجَّلاً ذَكَرَ وَقْتَ هَحِلِهِ، وَأَنْ يَكُوْنَ مَوْجُوْدًا عِنْدَ الْاِسْتِحْقَاقِ فِي الْغَالِبِ، وَأَنْ يَذْكُرَ مَوْضِعَ قَبْضِهِ، وَأَنْ يَكُوْنَ الثَّمَنُ مَعْلُوْمًا، وَأَنْ يَتَقَابَضَا قَبْلَ التَّفَرُّقِ، وَأَنْ يَكُوْنَ عَقْدُ السَّلَمِ نَاجِزًا لَا يَدْخُلُهُ خِيَارُ الشَّرْطِ .

Akad salam (pemesanan barang) menjadi sah baik dengan cara kontan maupun tempo dengan menetapi lima syarat, yaitu:
  1. Muslam fih (barang yang dipesan) harus dipastikan sifat-sifatnya.
  2. Muslam fih tidak bercampur dengan barang yang lainnya.
  3. Muslam fih bukan jenis barang yang proses pembuatannya menggunakan api.
  4. Muslam fih bukan barang yang dinyatakan (seperti ucapan "Saya memesan barang ini dengan harga Rp 250“).
  5. Muslam fih tidak sebagian dari barang yang dinyatakan.
Adapun muslam fih (barang yang dipesan) itu dihukumi sah apabila menetapi delapan syarat, yaitu:
  1. Muslam fih harus disebutkan sifat-sifatnya (seperti warna, jenis dll.) sehingga bisa dibedakan nilai harganya.
  2. Muslam fih harus disebutkan kadarnya (ukuran, timbangan dan jumlahnya) agar tidak terjadi kesalahpahaman.
  3. Jika berupa akad mu'ajjal (tempo) maka harus tentukan waktu kesepakatannya/ jatuh temponya.
  4. Muslam fih harus sudah ada pada waktu yang telah disepakati.
  5. Tempat serah terima muslam fih harus ditentukan.
  6. Muslam fih harus jelas.
  7. Uang muka (ra'su mal) harus sudah diserahterimakan sebelum kedua pihak (muslam dan muslam ilaih) berpisah.
  8. Akad salam harus berlangsung tanpa adanya khiyar syarat.

Pasal : Gadai

(فَصْلُّ) وَكُلُّ مَا جَازَ بَيْعُهُ جَازَ رَهْنُهُ فِي الدُّيُوْنِ إِذَا اسْتَقَرَّ ثُبُوْتُهَا فِي الدِّمَّةِ، وَلِلرَّاهِنِ الرُّجُوْعُ فِيْهِ مَا لَمْ يَقْبِضُهُ، وَلَا يَضْمَتُهُ الْمُرْتَهِنُ إِلَّا بِالتَّعَدِي، وَإِذَا قُبِضَ بَعْضُ الحَقِّ لَمْ يَخْرُجُ شَيْءٌ مِن الرَّهْنِ حَتَّى يَقْضِيَ جَمِيعَهُ.

Setiap barang yang sah/ boleh diperjual belikan itu boleh digadaikan sebagai jaminan atas hutang yang sudah tetap dalam tanggungan si penggadai.

Bagi si penggadai (rahin) diperbolehkan menarik atau menggagalkan gadai selama jaminan belum diterima si penerima gadai (murtahin). 

Murtahin tidak wajib mengganti jaminan jika mengalami kerusakan kecuali atas kecerobohannya sendiri.

Jaminan (marhun) harus tetap di bawah kekuasaan murtahin selama rahin belum dapat membayar seluruh hutangnya (sampai lunas).

Pasal : Orang yang Tercegah Tasahrrufnya

(فَضْلُ) وَالْحِجْرُ عَلَى سِتَّةِ الصَّبِيُّ وَالْمَجْنُونُ وَالسَّفِيهُ الْمُبَدِّرُ لِمَالِهِ وَالْمُفْلِسُ الَّذِي ارْتَكَبَتْهُ الدُّيُونُ وَالْمَرِيضُ فِيْمَا زَادَ عَلَى الثُّلُثِ وَالْعَبْدُ الَّذِي لَمْ يُؤْذَنْ لَهُ فِي التِّجَارَةِ. وَتَصَّرَفُ الصَّبِيَ وَالْمَجْنُونِ وَالسَّفِيْهِ غَيْرُ صَحِيحٍ. وَتَصَرُّفُ الْمُفْلِسِ يَصِحُ فِي ذِمَّتِهِ دُوْنَ أَعْيَانِ مَالِهِ، وَتَصَرُّفُ الْمَرِيضِ فِيْمَا زَادَ عَلَى الثُّلُثِ مَوْقُوْفُ عَلَى إِجَازَةِ الْوَرَثَةِ مِنْ بَعْدِهِ، وَتَصَرُّفُ الْعَبْدِ يَكُوْنُ فِي ذِمَّتِهِ يَتْبَعُ بِهِ إِذَا عَتَقَ.

Orang-orang yang dicegah mentasarufkan (membelanjakan) hartanya ada enam, yaitu:

  1. Anak kecil.
  2. Orang gila.
  3. Orang safih (orang yang menghambur-hamburkan hartanya atau orang yang mengelola hartanya tidak pada semestinya).
  4. Orang muflis (orang yang punya hutang banyak yang melebihi dari hartanya).
  5. Orang sakit kritis yang mentasarufkan lebih dari sepertiga hartanya.
  6. Budak yang tidak mendapat izin dari berdagang dari tuannya.

Pengelolaan harta bagi anak kecil, orang gila, dan orang safih itu tidak sah.

Pentasarufan orang muflis itu sah jika sifatnya adalah menjadi tanggungannya dan tidak menggunakan hartanya yang telah dilarang untuk ditasarufkan.

Pentasarufan orang sakit kritis yang melebihi sepertiga hartanya itu sah jika mendapat ridla dari ahli warisnya setelah meninggalnya orang tersebut.

Pentasarufan budak akan menjadi tanggungannya kelak ketika ia sudah merdeka (yakni dapat dituntut setelah dia merdeka jika terdapat ketidaksesuaian).

Pasal : Shuluh (Perdamaian)

(فَصْلُّ) وَيَصِحُ الصُّلْحُ مَعَ الْإِقْرَارِ فِي الْأَمْوَالِ وَمَا أَفْضَي إِلَيْهَا وَهُوَ نَوْعَانِ إِبْرَاءُ وَمُعَاوَضَةٌ. فَالْإِبْرَاءُ اِقْتِصَارُهُ مِنْ حَقِهِ عَلَى بَعْضِهِ وَلَا يَجُوْزُ تَعْلِيْقُهُ عَلَى شَرْطٍ. وَالْمُعَاوَضَةُ عُدُوْلُهُ عَنْ حَقِهِ إِلَى غَيْرِهِ وَيَجْرِي عَلَيْهِ حُكْمُ الْبَيْعِ. وَيَجُوْزُ لِلْإِنْسَانِ أَنْ يَشْرَعَ رَوْشَنًا فِي طَرِيْقٍ نَافِذٍ بِحَيْثُ لَا يَتَضَرَّرُ الْمَارُّ بِهِ، وَلَا يَجُوْزُ فِي الدَّرْبِ الْمُشْتَرَكِ إِلا بِإِذْنِ الشُرَكَاءِ. وَيَجُوْزُ تَقْدِيمُ الْبَابِ فِي الدَّرْبِ الْمُشْتَرَكِ وَلَا يَجُوْزُ تَأْخِيْرُهُ إِلَّا بِإِذْنِ الشُّرَكَاءِ.

Shuluh (perdamaian) dalam masalah harta dan semua hal yang berkaitan dengannya itu sah setelah adanya iqrar (suatu persetujuan) dari pihak yang di ajak akad Shulub. Shuluh itu ada dua macam, yaitu: Shulub Ibra' (pembebasan) dan Shuluh mu'awadlah.

Shuluh Ibra' ialah Shuluh dengan cara mengambil sebagian haknya dan membebaskan sebagian yang lain tanpa adanya syarat.

Shuluh mu'awadlah ialah Shuluh dengan cara mengambil barang lain sebagai ganti dari sesuatu yang menjadi haknya (seperti hutang dibayar dengan pakaian atau sesuatu yang lainnya) dalam Shulub ini berlaku hukum jual beli.

Bagi seorang muslim diperbolehkan membangun atap yang menonjol diatas jalan raya atau jalan umum sekira tidak mengganggu orang yang lewat tapi jika dibangun di lorong perkampungan maka hukumnya adalah dilarang kecuali mendapat izin dari penduduk lorong perkampungan tersebut.

Bagi seorang muslim diperbolehkan menggeser (mengedepankan) pintu rumahnya kearah pintu gerbang jalan kampung tersebut, namun tidak boleh sebaliknya kecuali mendapat izin penduduk lorong tesebut.

Pasal : Perpindahan Hutang

(فضل) وَشَرَائِطُ الحَوَالَةِ أَرْبَعَةُ : رِضًا الْمُحِيلِ، وَقُبُولُ المُحْتَالِ، وَكَوْنُ الْحَقِّ مُسْتَقِرًّا فِي الدِّمَةِ، وَاتَّفَاقُ مَا فِي ذِمَّةِ الْمُحِيلِ وَالْمُحَالِ عَلَيْهِ في الجنس والنوع والحلول والتأجيل، وَتَبْرَأُ بِهَا ذِمَّةً الْمُحِيْلِ.

Hawalah ialah memindahkan suatu tanggungan hutang dari muhil (orang yang memiliki hutang pada muhtal) kepada muhal alaih (orang yang memiliki hutang pada muhil) Syarat-syarat hawalah itu ada empat, yaitu:

  1. Ridha dari muhil.
  2. Kesediaan muhtal (orang yang dihutangi oleh mubil).
  3. Tetapnya/pastinya hutang.
  4. Adanya kesamaan antara hutangnya muhil dan muhal alaih dalam jenis dan macamnya, baik secara langsung atau dengan tempo.

Dengan terjadinya akad hawalah ini, maka muhil telah bebas dari tanggungannya terhadap muhtal.

Pasal : Menanggung Hutang

(فَضْلُ) وَيَصِحُ ضَمَانُ الدُّيُوْنِ الْمُسْتَقِرَّةِ فِي الدِّمَةِ إِذَا عُلِمَ قَدْرُهَا وَلِصَاحِبِ الْحَقِّ مُطَالَبَةُ مَنْ شَاءَ مِنَ الظَّامِنِ وَالْمَضْمُوْنِ عَنْهُ إِذَا كَانَ الضَّمَانُ عَلَى مَا بَيَّنَّا. وَإِذَا غَرِمَ الضَّامِنُ رُجِعَ عَلَى الْمَضْمُوْنِ عَنْهُ إِذَا كَانَ الضَّمَانُ وَالْقَضَاءُ بِإِذْنِهِ. وَلَا يَصِحُ ضَمَانُ الْمَجْهُوْلِ وَلَا مَا لَمْ يَجِبْ إِلَّا دَرُكَ الْمَبِيْعِ .

Dloman atau menanggung hutang dianggap sah apabila hutang tersebut sudah tetap dalam tanggungan dan jumlahnya telah diketahui.

Bagi pemilik hak atau hutang boleh menagih pada dhamin (si penanggung hutang) atau madhmun 'anhu (orang yang berhutang) apabila penanggungan hutang tersebut sudah sesuai dengan ketentuan diatas.

Ketika dhamin telah melunasi hutang madhmun ‘anhu, maka diperbolehkan baginya menuntut haknya pada madhmun 'anhu.

Menanggung hutang yang tidak diketahui jumlanya atau hutang yang belum tetap dalam tanggungan itu tidak sah kecuali dalam masalah darkul mabi'.

Pasal : Jaminan

(فَضْلُ) وَالْكَفَالَةُ بِالْبَدَنِ جَائِزَةُ إِذَا كَانَ عَلَى الْمَكْفُوْلِ بِهِ حَقٌّ لِآدَي.

Kafalah (menanggung diri seseorang yang terlibat dalam pelanggaran atau kejahatan dalam arti sanggup menghadirkan dan menyerahkan pelaku ke pengadilan pada waktunya) itu sah (boleh) jika pelanggaran tersebut terkait dengan hak adami.

Pasal : Perserikatan

(فَضْلُ) وَلِلشّرْكَةِ خَمْسُ شَرَائِط: أَنْ تَكُوْنَ عَلَى نَاضٌ مِنَ الدَّرَاهِمِ وَالدَّنَانِيْرِ، وَأَنْ يَتَّفِقَا فِي الْجِنْسِ وَالنَّوْعِ، وَأَنْ يُخَلِطا الْمَالَيْنِ، وَأَنْ يَأْذَنَ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا لِصَاحِبِهِ فِي التَّصَرُّفِ، وَأَنْ يَكُوْنَ الرَّبْحُ وَالْخُسْرَانُ عَلَى قَدْرِ الْمَالَيْنِ. وَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا فَسْخُهَا مَتَى شَاءَ وَمَتَى مَاتَ أَحَدُهُمَا بَطَلَتْ.

Syirkah atau kerja sama antara dua orang atau lebih dalam suatu usaha (seperti dagang) itu sah jika menetapi syarat:

  1. Syirkah bermodalkan mata uang (suatu negara).
  2. Kedua barang syirkah harus sama dalam jenis dan macamnya.
  3. Kedua belah pihak harus mencampur harta (modal) mereka, sekira harta tesebut tidak dapat dibedakan antara yang satu dengan yang lain.
  4. Masing-masing dari kedua pihak harus memberi izin untuk mengelola uang syirkah.
  5. Laba dan rugi, dibagi dan ditanggung bersama sesuai dengan modal masing-masing (saham yang ditanam).

Karena syirkah adalah akad yang jaiz, maka diperbolehkan bagi masing-masing pihak merusak akad ini kapan dan dimana saja.akad syirkah juga dapat batal seketika jika salah satu pihak ada yang meninggal dunia.

Pasal : Perwakilan

(فَضْلُ) وَكُلُّ مَا جَازَ لِلْإِنْسَانِ التَصَرُّفُ فِيهِ بِنَفْسِهِ جَازَ لَهُ أَنْ يُوَكُل أَوْ يُتَوَكَّلَ فِيْهِ، وَالْوَكَالَهُ عَقْدٌ جَائِزٌ وَلِكُلِّ مِنْهُمَا فَسْخُهَا مَتَى شَاءَ، وَتَنْفَسِخُ بِمَوْتِ أَحَدِهِمَا. وَالْوَكِيْلُ أَمِيْنُ فِيْمَا يَقْبِضُهُ وَفِيْمَا يَصْرِفُهُ وَلَا يَضْمَنُ إِلَّا بِالتَفْرِيْطِ وَلَا يَجُوْزُ أَنْ يَبِيْعَ وَيَشْتَرِيَ إِلَّا بِثَلَاثَةِ شَرَائِطَ : أَنْ يَبِيْعَ بِثَمَنِ الْمِثْلِ، وَأَنْ يَكُونَ نَفْدا، بِنَفْدِ الْبَلَدِ. وَلَا يَجُوزُ أَنْ يَبيعَ مِنْ نَفْسِهِ وَلَا يُقَرُ عَلَى مُوَكَّلِهِ إِلا بِإِذْنِهِ.

Setiap hal yang dapat dilakukan oleh seseorang atas dirinya sendiri itu dapat diwakilkan kepada orang lain atau dia menjadi wakil atas hal tersebut dari orang lain.

Wakalah merupakan akad yang jaiz (tidak tetap) sehingga masing-masing pihak dapat membatalkannya kapan dan di manapun berada. Akad wakalah ini juga bisa rusak sebab wafatnya salah satu pihak.

Wakil ialah seorang yang dipercaya dalam menerima dan mengelola barang yang diwakilkan serta ia tidak wajib mengganti kerusakan yang terjadi pada barang yang diwakilkan kecuali karena kecerobohannya.

Wakil dapat menjual dan membeli barang jika menetapi 3 syarat, yaitu:

  1. Dengan harga standar (umum).
  2. Menjual secara kontan.
  3. Menggunakan mata uang Negara.

Wakil tidak diperbolehkan menjual barang yang diwakilkan pada dirinya sendiri dan juga tidak diperbolehkan memberikan iqrar (pengakuan) atas muwakkil kecuali dengan mendapat izinnya (namun menurut qaul ashah pengakuan wakil tetap tidak sah meskipun sudah mendapat izin dari muwakkil).

Pasal : Pengakuan

(فَضْلُ) وَالْمُقَرُّ بِهِ ضَرْبَانِ: حَقُّ اللَّهِ تَعَالَى وَحَقُّ الْآدَيِّ. فَحَقُّ اللَّهِ تَعَالَى يَصِحُ الرُّجُوْعُ فِيْهِ عَنِ الْإِقْرَارِ بِهِ، وَحَقُّ الْآدَيَ لَا يَصِحُ الرُّجُوعُ فِيْهِ عَنِ الْإِقْرَارِ بِهِ. وَتَفْتَقِرُّ صِحَّةُ الْإِقْرَارِ إِلَى ثَلَاثَةِ شَرَائِطَ : الْبُلُوغُ وَالْعَقْلُ وَالْاِخْتِيَارُ. وَإِنْ كَانَ بِمَالٍ اعْتُبِرَ فِيْهِ شَرْطُ رَابِعِ وَهُوَ الرُّشْدُ. وَإِذَا أَقَرَّ بِمَجْهُوْلٍ رُجِعَ إِلَيْهِ فِي بَيَانِهِ، وَيَصِحُ الْاِسْتِثْنَاءُ فِي الْإِقْرَارِ إِذَا وَصَلَهُ بِهِ. وَهُوَ فِي حَالِ الصَّحَةِ وَالْمَرَضِ سَوَاءُ.

Hal-hal yang disahkan dalam igrar itu mencakup dua hal, yaitu hak-hak Allah dan hak-hak adami (manusia). Pengakuan terhadap hak-hak Allah dapat dicabut kembali berbeda dengan hak-hak adami, maka pengakuannya tidak dapat dicabut kembali.

Syarat sahnya iqrar itu ada tiga, yaitu: baligh, berakal dan tidak terpaksa.Apabila iqrar berhubungan dengan harta, maka syaratnya bertambah satu, yaitu: rusydu (bebas mengelola hartanya).

Apabila seseorang beriqrar terhadap sesuatu yang tidak jelas, maka ia dituntut untuk menjelaskannya. Istisna' (pengecualian) dalam iqrar itu sah jika dilakukan secara langsung (seperti pengakuan “saya mempunyai hutang pada si dia, uang satu juta kecuali lima ratus ribu"). Pengakuan dalam keadaan sehat dan sakit itu sama sahnya.

Pasal Pinjaman

(فَصْلُّ) وَكُلُّ مَا أَمْكَنَ الْاِنْتِفَاعُ بِهِ مَعَ بَقَاءِ عَيْنِهِ جَازَتْ إِعَارَتُهُ إِذَا كَانَتْ مَنَافِعُهُ آثَارًا وَتَجُوْزُ الْعَارِيَةُ مُطْلَقًا وَمُقَيَّدًا بِمُدَّةٍ، وَهِيَ مَضْمُوْنَةٌ عَلَى الْمُسْتَعِيْرِ بِقِيْمَتِهَا يَوْمَ تَلَفِهَا.

Setiap benda yang dapat diambil manfaatnya dengan masih tetapnya benda tersebut itu boleh dipinjamkan apabila manfaatnya itu berbekas (tidak sampai mengurangi dzat benda tersebut). Akad Ariyah ini sah secara mutlak (tidak terbatas atau dibatasi dengan waktu). Kerusakan yang terjadi pada benda yang dipinjam itu menjadi tanggungan si peminjam dengan ketentuan mengganti dengan harga benda tersebut ketika waktu rusaknya benda tersebut.

Pasal : Ghasab

(فَضْلُ) وَمَنْ غَصَبَ مَالاً لِأَحَدٍ لَزِمَهُ رَدُّهُ وَأَرْشُ نَقْصِهِ وَأَجْرَةُ مِثْلِهِ. فَإِنْ تَلِفَ ضَمِنَهُ بِمِثْلِهِ إِنْ كَانَ لَهُ مِثْلُ، أَوْ بِقِيْمَتِهِ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ مِثْلُ أَكْثَرَ مَا كَانَتْ مِنْ يَوْمِ الْغَصَبِ إِلَى يَوْمِ التَّلَفِ.

Seorang yang mengghasab harta orang lain itu dituntut dengan tiga hal, yaitu: mengembalikan, mengganti kekurangannya dan mengganti uang sewa apabila benda yang digashab berupa benda sewaan.

Apabila barang yang dighasab mengalami kerusakan, maka ia wajib mengganti dengan barang yang sama, jika tidak ditemukan maka wajib mengganti barang tersebut dengan nilai harga tertinggi barang tersebut antara hari ia mulai mengghasab dan hari rusaknya barang tersebut.

Pasal Hak Pembelian

(فضل) وَالشُّفْعَةُ وَاجِبَةٌ لِلشَّرِيْكِ بِالخُلْطَةِ دُونَ الْجِوَارِ فِيْمَا يَنْقَسِمُ دُوْنَ مَا لَا يَنْقَسِمُ، وَفِي كُلِّ مَا لَا يُنْقَلُ مِنَ الْأَرْضِ كَالْعَقَارِ وَغَيْرِهِ بِالثَّمَنِ الَّذِي وَقَعَ عَلَيْهِ الْبَيْعُ. وَهِيَ عَلَى الْفَوْرِ فَإِنْ أَخَرَهَا مَعَ الْقُدْرَةِ عَلَيْهَا بَطَلَتْ وَإِذَا تَزَوَّجَ امْرَأَةً عَلَى سِقْصٍ أَخَذَهُ الشَّفِيْعُ بِمَهْرِ الْمِثْلِ. وَإِنْ كَانَ الشُّفَعَاءُ جَمَاعَةً اِسْتَحَقُوْهَا عَلَى قَدْرِ الْأَمْلَاكِ.

Syufah dapat dilakukan karena adanya khulthah (percampuran) dan bukan karena adanya jiwar (berdekatan).

Syufah hanya berlaku pada perkara yang dapat dibagi dan juga pada sesuatu yang tidak dapat dipindah dari tempat asalnya seperti pekarangan, kebun dll. Syufab hanya dapat dilakukan dengan harga yang telah disepakati pada saat jual beli serta harus dilaksanakan seketika, jika tidak maka hak Syufah akan gugur.

Apabila seseorang menikahi perempuan dengan Mahar sebagian dari barang yang dimiliki bersama (dengan akad syirkah, maka syafi' dapat mengambil haknya dengan membayar harga mahar mitsil perempuan tersebut.

Apabila orang yang memiliki hak Syufah itu banyak, maka masing-masng memiliki hak Syufah sesuai dengan kadar (saham) milik mereka.

Pasal Bagi Hasil

(فَصْلُّ) وَلِلْقِرَاضِ أَرْبَعَةُ شُرُوطٍ : أَنْ يَكُوْنَ عَلَى نَاضِ مِنَ الدَّرَاهِمِ وَالدَّنَانِيْرِ، وَأَنْ يَأْذَنَ رَبُّ الْمَالِ لِلْعَامِلِ فِي التَّصَرُّفِ مُطْلَقًا أَوْ فِيْمَا لَا يَنْقَطِعُ وُجُودُهُ غَالِبًا، وَأَنْ يَشْتَرِطَ لَهُ جُزْءًا مَعْلُوْمًا مِنَ الرِّبْحِ، وَأَنْ لَا يُقَدَّرَ بِمُدَّةٍ. وَلَا ضَمَانَ عَلَى الْعَامِلِ إِلَّا بِعُدْوَانٍ. وَإِذَا حَصَلَ رِبْحُ وَخُسْرَانُ جُبّرَ الْخُسْرَانُ بِالرّبح.

Akad qiradl memiliki empat syarat, yaitu:

  1. Modal harus berupa mata uang, dinar atau dirham.
  2. Pemilik modal harus member izin pada karyawan secara mutlak dalam pengelolaan atau (tidak secara mutlak akan tetapi) pada sesuatu yang mudah didapatkan.
  3. Pemilik harus menjanjikan bagian yang pasti terhadap karyawan dari laba yang dihasilkan.
  4. Pemilik tidak boleh membatasi akad qiradl dengan waktu.

Karyawan tidak wajib menanggung ganti rugi modal apabila terjadi kerusakan pada barang yang dikelola kecuali kerusakan tersebut terjadi akibat keteledorannya. Apabila terjadi laba dan rugi, maka kerugian ditutup dengan laba yang ada.

Pasal Musaqoh

(فَصْلٌ) وَالْمُسَاقَاةُ جَائِزَةُ عَلَى النَّخْلِ وَالْكَرْمِ، وَلَهَا شَرْطَانِ أَحَدُهُمَا أَنْ يُقَدَّرَهَا بِمُدَّةٍ مَعْلُوْمَةٍ وَالثَّانِي أَنْ يُعَيَّنَ لِلْعَامِلِ جُزْءًا مَعْلُوْمًا مِنَ الشَّمْرَةِ، ثُمَّ الْعَمَلُ فِيْهَا عَلَى ضَرْبَيْنِ عَمَلُ يَعُودُ نَفْعُهُ إِلَى الثَّمْرَةِ فَهُوَ عَلَى الْعَامِلِ، وَعَمَلُ يَعُوْدُ نَفْعُهُ إِلَى الْأَرْضِ فَهُوَ عَلَى رَبِّ الْمَالِ.

Akad musaqah hanya berlaku pada kurma dan anggur dengan adanya dua syarat, yaitu: malik (pemilik) pohon memberikan batas waktu yang pasti dan malik memberikan bagian yang jelas pada karyawannya dari hasil panennya.

Pekerjaan yang berhubungan dengan akad musaqah ini adakala manfaatnya kembali pada buah yang menjadi tanggung jawab karyawan dan adakala manfaatnya kembali pada tanah yang menjadi tanggung jawab pemilik.

Pasal Persewaan

(فَضْلُ) وَكُلُّ مَا أَمْكَنَ الْاِنْتِفَاعُ بِهِ مَعَ بَقَاءِ عَيْنِهِ صَحَتْ إِجَارَتُهُ إِذَا قُدِرَتْ مَنْفَعَتُهُ بِأَحَدِ أَمْرَيْنِ : بِمُدَّةٍ أَوْ عَمَلٍ. وَإِطْلَاقُهَا يَقْتَضِي تَعْجِيْلَ الْأُجْرَةِ إِلَّا أَنْ يُشْتَرَطَ التَّأْجِيْلُ، وَلَا تَبْظُلُ الْإِجَارَةُ بِمَوْتِ أَحَدِ الْمُتَعَاقِدَيْنِ، وَتَبْطُلُ بِتَلَفِ الْعَيْنِ الْمُسْتَأْجَرَةِ. وَلَا ضَمَانَ عَلَى الْأَجِيْرِ إِلَّا بِعُدْوَانٍ.

Setiap benda yang dapat diambil manfaatnya dengan masih utuhnya benda tersebut itu sah disewakan apabila kemanfaatannya tadi dapat ditentukan dengan waktu atau pekerjaan. Persewaan yang dilakukan secara mutlak itu pembayarannya harus dimuka, kecuali apabila disyaratkan pembayarannya di belakang. Wafatnya salah satu pihak tidak dapat membatalkan akad ini, namun akad ini dapat batal sebab rusaknya benda tersebut.

Ajir (orang yang menyewa) tidak wajib mengganti barang sewaan kecuali atas kecerobohannya.

Pasal Sayembara

(فَصْلٌ) وَالْجُعَالَهُ جَائِزَةً وَهُوَ أَنْ يَشْتَرِطَ فِي رَدَ ضَالَّتِهِ عِوَضًا مَعْلُوْمًا فَإِذَا رَدَّهَا اسْتَحَقَّ ذَلِكَ الْعِوَضَ الْمَشْرُوط.

Ju'alah merupakan akad yang diperbolehkan. Ju'alah adalah janji memberikan imbalan yang telah ditentukan oleh seseorang kepada siapa saja yang dapat mengembalikan barangnya yang hilang. Dan jika ada yang dapat mengembalikannya, maka ia berhak memiliki imbalan yang telah dijanjikan.

Pasal Muzara'ah

(فَضْلُ) وَإِذَا دَفَعَ إِلَى رَجُلٍ أَرْضًا لِيَزْرَعَهَا وَشَرَطَ لَهُ جُزْءًا مَعْلُوْمًا مِنْ رَيْعِهَا لَمْ يَجُزْ. وَإِنْ أَكْرَاهُ إِيَّاهَا بِذَهَبٍ أَوْ فِضَّةٍ أَوْ شَرَطَ لَهُ طَعَامًا مَعْلُوْمًا فِي ذِمَّتِهِ جَازَ.

Jika ada seseorang yang menyerahkan tanahnya pada orang lain untuk ditanami dengan menjanjikan bagian yang jelas dari hasil panen maka tidak diperbolehkan," kecuali jika menyewakannya dengan upah beras, emas, perak atau makanan dengan jumlah yang pasti yang jumlahnya itu ditanggung oleh amil (pekerja).

Pasal Membuka Lahan Baru

(فَضْلُ) وَإِحْيَاءُ الْمَوَاتِ جَائِرُ بِشَرْطَيْنِ : أَنْ يَكُونَ الْمُحْيِي مُسْلِمًا، وَأَنْ تَكُونَ الْأَرْضُ حُرَّةً لَمْ يَجْرِ عَلَيْهَا مِلْكُ لِمُسْلِمٍ. وَصِفَّةُ الْإِحْيَاءِ مَا كَانَ فِي الْعَادَةِ عِمَارَةً لِلْمُحْيَا. وَيَجِبُ بَذْلُ الْمَاءِ بِثَلَاثَةِ شَرَائِطَ : أَنْ يَفْضُلَ عَنْ حَاجَتِهِ، وَأَنْ يَحْتَاجَ إِلَيْهِ غَيْرُهُ لِنَفْسِهِ أَوْ لِيَهِيْمَتِهِ، وَأَنْ يَكُونُ مِمَّا يُسْتَخْلَفُ فِي بِثْرٍ أَوْ عَيْنٍ.

Mengelola tanah yang mati (tidak berkepimilikan) itu diperbolehkan dengan menetapi dua syarat:

  1. Pengelola harus muslim.
  2. Tanah yang dikelola merupakan tanah yang bebas yang tidak dikuasai oleh orang Islam.

Bagi pengelola wajib memberi tanda atas tanah yang akan dikelolanya sesuai dengan adat yang berlaku. Wajib memberikan air pada orang lain jika sudah memenuhi tiga ketentuan:

  1. Air tersebut sudah lebih dari kebutuhannya.
  2. Air tersebut dibutuhkan oleh orang lain (untuk pribadinya atau hewan peliharaannya).
  3. Air tersebut masih berada di tempat asalnya, seperti sumur atau mata air.

Pasal Wakaf

(فَضْلُ) وَالْوَقْفُ جَائِزُ بِثَلَاثَةِ شَرَائِطَ : أَنْ يَكُونَ مِمَّا يُنْتَفَعُ بِهِ مَعَ بَقَاءِ عَيْنِهِ، وَأَنْ يَكُوْنَ عَلَى أَصْلٍ مَوْجُوْدٍ وَفَرْعٍ لَا يَنْقَطِعُ، وَأَنْ لَا يَكُونَ فِي مَحْظُورٍ. وَهُوَ عَلَى مَا شَرَطَ الْوَاقِفُ مِنْ تَقْدِيْمٍ أَوْ تَأْخِيْرٍ أَوْ تَسْوِيَةٍ أَوْ تَفْضِيْلٍ.

Wakaf diperbolehkan dengan tiga syarat, yaitu:

  1. Perkara yang diwakafkan berupa benda yang dapat diambil manfaat beserta masih tetapnya barang tersebut.
  2. Hendaknya diberikan kepada asal (mauquf alaih yang pertama) yang sudah ada dan cabang (mauquf alaih setelah asal) yang tidak terputus.
  3. Wakaf tidak ditujukan pada perkara yang dilarang.

Wakaf diharuskan sesuai dengan apa yang telah disyaratkan oleh pewakaf (wakif) baik dalam hak awal atau akhir pewakafan atau dalam menyamakan atau melebihkan pada salah satunya.

Pasal Hibah (Pemberian)

(فَضْلُ) وَكُلُّ مَا جَازَ بَيْعُهُ جَازَتْ هِبَّتُهُ. وَلَا تَلْزَمُ الْهِبَّةُ إِلا بِالْقَبْضِ، وَإِذَا قَبَضَهَا الْمَوْهُوْبُ لَهُ لَمْ يَكُنْ لِلْوَاهِبِ أَنْ يَرْجِعَ فِيْهَا إِلَّا أَنْ يَكُوْنَ وَالِدًا. وَإِذَا أَعْمَرَ شَيْئًا أَوْ أَرْقَبَهُ كَانَ لِلْمُعْمَرِ أَوْ لِلْمُرْقَبِ وَلِوَرَثَتِهِ مِنْ بَعْدِهِ.

Setiap benda yang boleh diperjualbelikan juga boleh dihibahkan (diberikan). Akad Hibbah belum dianggap tetap sebelum diterima oleh orang yang diberi (atau yang mewakilinya). Ketika orang yang diberi sudah menerimanya, maka si pemberi tidak dapat meminta kembali benda yang telah dihibahkannya kecuali jika si pemberi adalah orang tua dari orang yang diberi.

Apabila hibah dilakukan secara I'mar atau Irqob," maka barang yang dihibahkan tetap menjadi milik muʼmar atau murqob (orang yang di beri) beserta ahli warisnya.

Pasal Barang Temuan

(فَصْلٌ) وَإِذَا وَجَدَ لُقَطَةٌ فِي مَوَاتٍ أَوْ طَرِيْقٍ، فَلَهُ أَخْدُهَا وَتَرْكُهَا، وَأَخْذُهَا أَوْلَى مِنْ تَرْكِهَا إِنْ كَانَ عَلَى ثِقَةٍ مِنَ الْقِيَامِ بِهَا. وَإِذَا أَخَذَهَا وَجَبَ عَلَيْهِ أَنْ يَعْرِفَ سِتَّةَ أَشْيَاءَ: وِعَاءَهَا وَعِفَاصَهَا وَوِكَاءَهَا وَجِنْسَهَا وَعَدَدَهَا وَوَزْنَهَا وَيَحْفَظَهَا فِي حِرْزِ مِثْلِهَا. ثُمَّ إِذَا أَرَادَ تَمْلِكَهَا عَرَّفَهَا سَنَّةٌ عَلَى أَبْوَابِ الْمَسَاجِدِ وَفِي الْمَوْضِعِ الَّذِي وَجَدَهَا فِيْهِ، فَإِنْ لَمْ يَجِدْ صَاحِبَهَا كَانَ لَهُ أَنْ يَتَمَلَّكَهَا بِشَرْطِ الضَّمَانِ.

Seorang yang menemukan luqathah (barang temuan) di bumi mati (yang tidak berkepemilikan) atau di jalan itu boleh mengambil atau meninggalkannya. Tapi, jika ia merasa mampu mengurus barang tersebut maka mengambilnya itu lebih utama. Apabila orang tersebuut mengambilnya, maka ia wajib mengetahui enam ciri-ciri yang terdapat pada barang tersebut, yaitu :

  1. Tempat.
  2. Bungkus.
  3. Tali pengikat.
  4. Jenis.
  5. Jumlah.
  6. Berat benda tersebut.

Ia juga dituntut untuk menyimpan barang tersebut di tempat yang layak. Apabila ia ingin memilikinya maka ia wajib mengumumkannya selama satu tahun pada tempat-tempat yang ramai (seperti gerbang-gerbang masjid, pasar dll) dan pada tempat ditemukannya barang tersebut. Jika dalam satu tahun ia tidak menemukan pemiliknya maka ia boleh memilikinya dengan ketentuan ia wajib mengganti barang tersebut ketika pemilik datang menemuinya.

Macam-macam Barang Temuan

وَالْلُقَطَةُ عَلَى أَرْبَعَةِ أَضْرُبٍ: أَحَدُهَا مَا يَبْقَى عَلَى الدَّوَامِ فَهَذَا حُكْمُهُ. وَالثَّانِي مَا لَا يَبْقَى كَالطَّعَامِ الرطب فَهُوَ مُخَيَّرُ بَيْنَ أَكْلِهِ وَغُرْمِهِ، أَوْ بَيْعِهِ وَحِفْظِ ثَمَنِهِ. وَالثَّالِثُ مَا يَبْقَى بِعِلَاجِ كَالرُّطَبِ فَيَفْعَلُ مَا فِيْهِ الْمَصْلَحَةُ مِنْ بَيْعِهِ وَحِفْظِ ثَمَنِهِ، أَوْ تَجْفِيْفِهِ وَحِفْظِهِ. وَالرَّابِعُ مَا يَحْتَاجُ إِلَى نَفَقَةٍ كَالْحَيَوَانِ، وَهُوَ ضَرْبَانِ: حَيَوَانُ لَا يَمْتَنِعُ بِنَفْسِهِ فَهُوَ مُخَيَّرُ بَيْنَ أَكْلِهِ وَغُرْمٍ ثَمَنِهِ أَوْ تَرْكِهِ، وَالتَّطَوُّعِ بِالْإِنْفَاقِ عَلَيْهِ، أَوْ بَيْعِهِ وَحِفْظِ ثَمَنِهِ. وَحَيَوَانُ يَمْتَنِعُ بِنَفْسِهِ فَإِنْ وَجَدَهُ فِي الصَّحْرَاءِ تَرَكَهُ وَإِنْ وَجَدَهُ فِي الحَضَرِ فَهُوَ مُخَيَّرُ بَيْنَ الْأَشْيَاء الثَّلَاثَةِ فِيهِ.

Barang luqathah (temuan) terbagi menjadi empat kategori, yaitu:

  1. Barang yang tetap (tahan lama) pada keadaannya, barang ini terkena hukum diatas.
  2. Barang yang tidak tetap keadaannya seperti makanan basah, maka orang yang menemukan barang seperti ini boleh memilih antara memakannya dengan menanggung ganti rugi harganya atau menjualnya dan menjaga uang hasil penjualannya.
  3. Barang yang bisa tetap keadaannya dengan adanya perawatan, seperti orang yang menemukan kurma basah maka ia wajib melakukan yang terbaik untuk barang tersebut, boleh dengan menjual dan menjaga uangnya atau mengeringkan dan menyimpannya.
  4. Barang yang butuh pada pembiayaan, seperti hewan. Permasalahan hewan seperti ini terbagi menjadi dua, yaitu; 
    • Hewan yang tidak dapat melindungi dirinya sendiri, maka si penemu hewan seperti ini dapat memilih diantara tiga pilihan, yaitu: 
      • Memakan dan menggantinya atau meninggalkannya. 
      • Memeliharanya dengan sukarela. 
      • Menjual dan menjaga hasil penjualannya. 
    • Hewan yang dapat menjaga dirinya sendiri. Apabila hewan ini ditemuakan di hutan, maka hendaknya dibiarkan, tapi jika menemukan hewan seperti ini di daerah pemukiman, maka orang yang menemukannya dapat memilih salah satu dari tiga poin yang telah disebutkan pada perincian yang pertama.

Pasal Anak Temuan

(فَصْلٌ) وَإِذَا وُجِدَ لَقِيْهُ بِقَارِعَةِ الطَّرِيقِ فَأَخْذُهُ وَتَرْبِيَّتُهُ وَكَفَالَتُهُ وَاجِبَةٌ عَلَى الْكِفَايَةِ وَلَا يَقِرُّ إِلَّا فِي يَدِ أَمِيْنٍ فَإِنْ وُجِدَ مَعَهُ مَالُ أَنْفَقَ عَلَيْهِ الْحَاكِمُ وَإِنْ لَمْ يُوْجَدْ مَعَهُ مَالٌ فَنَفَقَتُهُ فِي بَيْتِ الْمَالِ

Ketika ditemukan seorang anak di jalan maka diwajibkan kifayah bagi seseorang untuk mengambil, merawat (mendidik) serta menanggungnya. Hal ini berlaku jika dia adalah seorang yang amanah dalam mengurus anak. Jika dalam anak tersebut juga ditemukan harta, maka hakim wajib mentasarufkan harta yang ditemukan untuk kepeentingan anak tersebut. Akan tetapi jika tidak ditemukan harta beserta anak tersebut, maka pembiayaannya diambilkan dari baitul maal.

Pasal Titipan

(فَصْلٌ) وَالْوَدِيْعَةُ أَمَانَةٌ وَيُسْتَحَبُّ قَبُوْلُهَا لِمَنْ قَامَ بِالْأَمَانَةِ فِيهَا وَلَا يَضْمَنُ إِلَّا بِالتَّعَدِي. وَقَوْلُ الْمُوْدَعِ مَقْبُولُ فِي رَدِهَا عَلَى الْمُوْدِعِ. وَعَلَيْهِ أَنْ يَحْفَظَهَا فِي حِرْزِ مِثْلِهَا وَإِذَا طُوْلِبَ بِهَا فَلَمْ يُخْرِجْهَا مَعَ الْقُدْرَةِ عَلَيْهَا حَتَّى تَلِفَتْ ضَمِنَ.

Barang titipan merupakan suatu amanah, maka disunahkan menerima titipan bagi orang yang dapat dipercaya dan orang tersebut tidak perlu mengganti kerusakan yang terjadi dalam barang titipan kecuali atas keteledorannya. Pernyataan muda' (orang yang dititipi) bahwasanya ia telah mngembalikan barang yang dititipkan kepada mudi' (si penitip) itu dapat diterima.

Bagi orang yang dititipi wajib menyimpan barang titipan pada tempat yang selayaknya. Jikalau barang titipan telah diminta oleh penitip akan tetapi orang yang dititipi menolak untuk mengembalikannya sementara dia mampu untuk mengembalikannya dan terjadi kerusakan pada barang titipan, maka orang yang dititipi wajib menggantinya.

Baca Juga : Mawaris dan Wasiat

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url