Perkembangan zaman telah mengubah banyak aspek kehidupan, termasuk dinamika rumah tangga. Dulu, model keluarga tradisional di Indonesia sering kali menganut sistem satu nafkah, di mana suami menjadi satu-satunya pencari nafkah dan istri fokus mengurus rumah.

Namun, beberapa tahun terakhir, terutama di lingkungan urban dan modern, terjadi pergeseran. Kini, pasangan suami-istri lazim sama-sama berkarier dan berpenghasilan, bahkan tak jarang penghasilan istri melebihi suami.

Pergeseran ini memunculkan masalah baru: kelalaian atau keengganan suami untuk menafkahi. Beberapa suami mungkin beranggapan, "Dia tidak perlu dinafkahi, penghasilannya sudah lebih banyak dari saya, pasti cukuplah untuk kebutuhannya."

Lalu, bagaimana pandangan Islam dan hukum negara terhadap anggapan ini? Apakah kewajiban suami menafkahi gugur ketika istri punya penghasilan sendiri yang lebih besar?

Kewajiban Nafkah Suami Tidak Gugur, Walau Istri Kaya Raya

Dalam Islam, kewajiban nafkah sepenuhnya berada di pundak suami. Kewajiban ini adalah tanggung jawab yang didasari oleh firman Allah SWT dan hadits Nabi Muhammad SAW.

Dalil dari Al-Qur'an dan Hadits:

Surat An-Nisa Ayat 34: Allah berfirman:

اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْۗ

Artinya: "Laki-laki (suami) adalah penanggung jawab atas para perempuan (istri) karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari hartanya." (QS An-Nisa: 34).

Hadits Riwayat Muslim: Sabda Nabi SAW:

فاتقوا الله في النساء .... ، ولهن عليكم رزقهن وكسوتهن بالمعروف

Artinya: "Takutlah kalian dalam urusan wanita..... Mereka para istri memiliki hak rezeki (nafkah) dan pakaian dengan cara yang baik (layak) yang wajib bagi kalian semua para suami..." (HR Muslim).

Pakar fikih, seperti Dr. Musthafa Al-Khin dkk., menegaskan bahwa syarat wajibnya nafkah bagi suami adalah:

  • At-Tamkin: Istri mempersilakan suami untuk menggaulinya (tidak menolak berhubungan badan).
  • Bersedia ikut bersama suami di manapun suami mengajaknya tinggal, asalkan tempat tinggal tersebut layak.
  • Penting untuk diketahui: Kondisi ekonomi istri sama sekali tidak memengaruhi kewajiban suami untuk menafkahi. Kewajiban nafkah disesuaikan dengan kemampuan ekonomi suami sebagai pemberi nafkah, bukan pada kondisi istri sebagai penerimanya.

Kesimpulannya: Sekaya apapun istri, bahkan jika penghasilannya jauh melebihi suami, suami tetap wajib memberikan nafkah.\

Pasangan Sama-Sama Bekerja: Mengutamakan Keharmonisan

Islam tidak melarang istri untuk berkarier. Namun, bagi pasangan yang memutuskan untuk sama-sama bekerja, ada beberapa hal penting yang harus dipertimbangkan demi menjaga keharmonisan rumah tangga:

  • Komunikasi Awal: Keputusan istri untuk bekerja harus dibicarakan dan disepakati secara matang dengan suami sejak awal.
  • Prioritas: Kurangnya waktu bersama dan komunikasi dapat merenggangkan hubungan. Kebersamaan di rumah tetaplah berharga.
  • Mengikuti Pandangan Suami: Apabila penghasilan suami sudah cukup untuk kebutuhan keluarga, dan suami menunjukkan tanda-tanda kurang setuju istrinya bekerja (walau tidak diucapkan), sebaiknya istri mempertimbangkan kembali keputusannya.

Sayyid Muhammad bin Alawi menekankan pentingnya ketaatan istri, yang meliputi tidak menentang pendapat suami dalam urusan adat (kebiasaan) yang tidak melanggar syariat.

Dalil Ketaatan:

ومن الطاعة : أن لا تنازعه الرأي، ولو كانت تعتقد أنَّ الصواب في جانبها، ما لم يكن في الأمر محذور شرعي. وتسليمها لرأيه في الأمور العادية غير الآثام خَيْرٌ وَأَفضَلُ، وكثيراً ما ينشأ عن المشادة في الرأي، مُنَازعاتٌ وَمَشَاكِلُ، واضطراب في الحياة العائلية قد تُفْضِي إلى حَلِّ عُقْدَةِ النكاح. والعياذ بالله تعالى

Artinya: "Termasuk ketaatan kepada suami adalah tidak menentang pendapatnya, walaupun istri meyakini kebenaran ada di sisinya... Memasrahkan pendapat pada suami, dalam urusan adat yang tidak ada unsur dosa, lebih baik dan utama. Banyak sekali konflik dalam kehidupan rumah tangga bermula dari perbedaan pandangan yang berlebihan. Bahkan, terkadang menjadi pemicu perceraian."

Sanksi Hukum Positif di Indonesia

Kewajiban menafkahi tidak hanya diatur dalam Islam, tetapi juga dalam hukum positif di Indonesia:

  • Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 80 (4): Suami wajib menanggung nafkah, kiswah (pakaian), kediaman, biaya rumah tangga, perawatan, pengobatan, hingga pendidikan bagi istri dan anak.

  • Gugurnya Kewajiban: Kewajiban ini hanya gugur jika:

    1. Istri membebaskan suaminya dari kewajiban nafkah.

    2. Istri nusyuz (membangkang terhadap suami) dan tidak menjalankan kewajibannya sebagai istri.

Selain itu, jika suami enggan menafkahi, ia bisa dijerat hukum:

  • UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT):

    • Pasal 9 melarang setiap orang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya.

    • Pasal 49 mengatur sanksi pidana bagi pelaku penelantaran: pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda paling banyak Rp 15 juta.

Kesimpulan

Terlepas dari kondisi ekonomi istri—baik tidak bergaji, bergaji sedikit, atau bahkan lebih banyak dari suami—suami mutlak wajib menafkahi istrinya.

Kewajiban ini adalah tanggung jawab suci (menurut Islam) dan kewajiban hukum (menurut negara). Menafkahi bukan sekadar mencukupi kebutuhan, tetapi juga melaksanakan tanggung jawab sebagai "penanggung jawab" keluarga. Kewajiban ini hanya bisa gugur jika istri membebaskan nafkah atau istri terbukti nusyuz.