Suami Mengaku Tidak Beristri, apakah terjadi Talak?

Deskripsi Masail

Fulan menikah dengan seorang janda pada dua hari yang lalu. Karena masih berstatus baru kawin, Fulan tidak bisa meninggalkan rutinitas "ngopi malam minggu" dengan teman-temannya begitu saja. Maka ketika malam minggu tiba, dia berpamitan kepada istrinya untuk melakukan rutinitasnya. Isterinya membolehkan, dengan syarat pulangnya tidak terlalu malam. Akhirnya Fulan berangkat ngopi. Saat ngopi sudah berlangsung agak lama, Fulan ingat akan pesan isterinya. Akhirnya Fulan pamit kepada teman-temannya untuk pulang. Reflek teman Fulan mencibirnya dengan mengatakan "kek udah punya istri aja, takut pulang malam". Karena Fulan malu, dia jawab sambal bergurau "orang saya masih bujangan gini”. Tapi kenyataannya dia sudah beristeri.

Pertanyaan

Apakah Fulan telah menjatuhkan talak?

Jawaban

Tentang pernyataan ini, terdapat tiga

  1. Pandangan yang menganggap tidak apa-apa.
  2. Pandangan yang menganggap sebagai talak kinayah.
  3. Pandangan yang menganggap sebagai talak sharih. 

Pandangan ini disampaikan oleh Imam al-Harmain dalam bukunya yang berjudul "Nihayatul-Mathlab fi Dirayatil-Mazhab."

لو قيل: ألك زوجة؟ فقال: لا. قال أصحابنا: هذا كذبٌ صريح لا يتعلق به حكم، وقال المحققون: هذا كناية في الإقرار، قال القاضي: عندي أن هذا صريح في الإقرار بنفي الزوجية، وقال رضي الله عنه: إذا أشار المشير إلى امرأةٍ، فقال لبعلها: هذه زوجتك، فقال: لا، كان ذلك تصريحاً بالإقرار بنفي الزوجية

Dalam konteks ini, jika seorang suami ditanya, "Apakah engkau memiliki istri?" dan suami tersebut menjawab, "Tidak," menurut beberapa ulama, jawaban tersebut dianggap sebagai kebohongan yang nyata, dan oleh karena itu, tidak terkait dengan hukum. Namun, menurut para ahli tahqiq, jawaban tersebut dianggap sebagai kinayah dalam ikrar talak. Sementara menurut Qadhi Abu Thayyib, itu dianggap sebagai ungkapan sharih dalam ikrar talak karena secara tegas menafikan ikatan perkawinan.

Selanjutnya, menurut Imam asy-Syafi'i, jika seseorang menunjuk kepada seorang perempuan dan bertanya kepada suaminya, "Apakah ini istrimu?" dan suaminya menjawab, "Bukan!" maka jawaban tersebut dianggap sebagai ungkapan sharih dalam ikrar talak karena secara tegas menolak ikatan perkawinan. (lihat: Imam Harmain, Nihayatul-Mathlab fi Dirayatil Mazhab, Terbitan Daarul Minhaj, 2007, juz 14/315)

Baca juga : Suami Keceplosan Mentalak Istri

Pendapat pertama, seperti yang telah dijelaskan dalam kitab al-Imla, menyatakan bahwa tidak jatuh talak bagi suami yang mengaku tidak memiliki istri, meskipun di dalam hatinya dia bermaksud untuk menceraikan. Hal ini dikarenakan itu merupakan kebohongan murni. Pendapat ini juga dianut oleh sebagian ulama Syafi'i, seperti yang terdapat dalam kitab "Raudhatut-Thalibin" karya Imam an-Nawawi.

Dengan demikian, terdapat variasi pandangan dalam menilai ucapan tersebut, dan pemahaman terhadapnya dapat dipengaruhi oleh perspektif mazhab dan pendapat ulama yang diikuti.

Pandangan kedua mendapatkan dukungan dari Abu Ishaq asy-Syairazi. Menurutnya, apabila seorang pria ditanya apakah dia memiliki istri dan menjawab "tidak" tanpa berniat untuk menceraikan, maka talak tidak terjadi. Menurutnya, pernyataan tersebut tidak termasuk dalam ungkapan yang jelas dan tegas (sharih) yang dapat menyebabkan terjadinya talak. Namun, jika ada niat menceraikan dalam jawabannya, maka talak dianggap sah (lihat: Abu Ishaq asy-Syairazi, al-Muhadzab, juz III/11).

Pendapat yang paling kuat, bagaimanapun, menyatakan bahwa hal tersebut bersifat kinayah. Dengan kata lain, talak hanya terjadi jika saat mengucapkan kalimat tersebut disertai dengan niat untuk menceraikan. Tanpa adanya niat, talak dianggap tidak sah.

ثُمَّ ذَكَرَ تَفَقُّهًا مَا حَاصِلُهُ أَنَّهُ كِنَايَةٌ عَلَى الْأَصَحِّ وَبِهِ صَرَّحَ النَّوَوِيُّ فِي تَصْحِيحِهِ وَأَنَّ لَهَا تَحْلِيفَهُ أَنَّهُ لَمْ يُرِدْ طَلَاقَهَا وَعَلَيْهِ جَرَى الْأَصْفُونِيُّ وَشَيْخُنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْحِجَازِيُّ

Syekh Zakariya al-Anshari menyatakan bahwa setelah mengkaji konsekuensinya, ungkapan tersebut dapat dianggap sebagai kinayah talak menurut pandangan yang lebih kuat, sebagaimana yang ditegaskan oleh an-Nawawi dalam Tashhih-nya. Berdasarkan ungkapan ini, istri memiliki hak untuk meminta suaminya bersumpah bahwa ia tidak bermaksud menceraikannya. Pendapat ini juga dianut oleh guru kami, yaitu Syekh Abu Abdullah al-Hijazi (lihat: Syekh Zakariya al-Anshari, Asnal-Mathalib, juz III/325). Sementara itu, dalam merespons pertanyaan seperti "Apakah kamu sudah menceraikan istrimu?" atau "Bukankah kamu sudah cerai dengan istrimu?" mayoritas ulama Syafi'i sepakat bahwa ungkapan tersebut dianggap sebagai pernyataan yang jelas. Hal ini sejalan dengan pandangan yang diuraikan dalam kitab al-Mausu‘ah al-Kuwaitiyyah.

وَقَال الشَّافِعِيَّةُ: لَوْ قِيل لِرَجُلٍ: طَلَّقْتَ زَوْجَتَكَ، أَوْ أَطَلَّقْتَ زَوْجَتَكَ؟ اسْتِخْبَارًا - فَقَال: نَعَمْ، كَانَ إِقْرَارًا، وَإِنْ كَانَ الاِلْتِمَاسُ الإنْشَاءَ كَانَ تَطْلِيقًا صَرِيحًا، وَإِنْ جُهِل الْحَال حُمِل عَلَى الاِسْتِخْبَارِ

Para ulama dari mazhab Syafi'i berpendapat bahwa jika seorang pria ditanya apakah dia telah menceraikan istrinya, dan dia menjawab dengan mengakui perceraian tersebut, maka pernyataan itu dianggap sebagai ikrar talak. Jika pertanyaan tersebut diajukan dengan tujuan untuk mengungkap fakta, maka jawaban tersebut dianggap sebagai bentuk talak sharih. Namun, jika niat dari pertanyaan tidak jelas, maka dapat diartikan sebagai upaya untuk menggali informasi lebih lanjut. 

Pandangan ini sejalan dengan yang disampaikan oleh Syekh Zakariya al-Anshari dalam kitabnya Asnal-Mathalib.

لَوْ (قَالَ) لَهُ شَخْصٌ (مُسْتَخِيرًا أَطَلَّقْت) زَوْجَتَك أَوْ طَلَّقْتهَا وَأَرَادَ الِاسْتِفْهَامَ (فَقَالَ نَعَمْ) أَوْ نَحْوَهَا مِمَّا يُرَادِفُهَا كَجَيْرَ وَأَجَلْ (فَإِقْرَارٌ بِهِ) أَيْ بِالطَّلَاقِ (وَيَقَعُ) عَلَيْهِ (ظَاهِرًا إنْ كَذَبَ

Artinya: Jika seseorang ingin mengetahui status pernikahan seseorang, pertanyaan seperti "Apakah kamu telah menceraikan istri kamu?" atau "Sudahkah kamu menceraikannya?" bisa dianggap sebagai upaya untuk memastikan keadaan tersebut. Jika jawabannya adalah "Benar" atau kata-kata yang memiliki makna serupa, hal tersebut dianggap sebagai pernyataan tegas tentang perceraian, bahkan jika sebenarnya orang tersebut berbohong. (Referensi: Syekh Zakariya al-Anshari, Asnal-Mathalib, juz III/324).

Dari penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 

  1. Perkara pernikahan, perceraian, dan rekonsiliasi dianggap serius dan tidak boleh dianggap sebagai bahan lelucon. 
  2. Suami sebaiknya tidak main-main dengan penggunaan kata talak, karena bahkan lelucon sekalipun dapat berpotensi menyebabkan perceraian. 
  3. Ungkapan talak yang jelas dapat menyebabkan perceraian, bahkan tanpa adanya niat yang disertakan. Di sisi lain, ungkapan talak secara tidak langsung tidak akan berdampak pada perceraian selama tidak diiringi niat di dalam hati. 
  4. Menurut pandangan yang kuat, pernyataan suami yang menyatakan tidak memiliki istri saat ditanya dapat dianggap sebagai talak secara tidak langsung. Jika disertai niat perceraian saat mengucapkannya, maka talak akan terjadi; namun, jika tidak disertai niat, talak tidak akan terjadi. 
  5. Pengakuan suami yang menyatakan telah bercerai dengan istrinya, menurut pandangan ulama Syafi'i, dianggap sebagai ikrar talak yang jelas, baik disertai niat maupun tanpa niat saat mengucapkannya.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url