Hukum Menjual Stok Lama Dengan Harga Yang Baru

Hukum Menjual Stok Lama

Hukum Menjual Stok Lama Dengan Harga Yang Baru

Jika kita membeli suatu produk dengan harga saat ini, lalu ternyata masih ada sisa stok dan harganya naik, bagaimana hukumnya jika kita memutuskan untuk menaikkan harga produk tersebut sesuai dengan harga baru yang berlaku?

Seperti yang umumnya dipahami, tujuan utama individu yang terlibat dalam dunia bisnis adalah untuk mencapai keuntungan finansial. Penting untuk dicatat bahwa dalam konteks agama, berusaha mencari keuntungan tidak diharamkan, selama metode yang digunakan sesuai dengan prinsip-prinsip syari'ah dan tidak melanggar aturan yang telah ditetapkan.

Disebutkan dalam Al-Quran

وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا

"Dan Allah telah menghalalkan segala bentuk jual beli dan mengharamkan riba," (QS. Al-Baqoroh : 275).

Imam Suyuthi telah menjelaskan bahwa ayat tersebut dapat dijadikan argumen bahwa segala jenis transaksi jual beli pada dasarnya dianggap halal, selama tidak ada bukti yang secara eksplisit melarangnya. Penting untuk dicatat bahwa mencari keuntungan melalui cara tersebut tidak termasuk dalam kategori penimbunan (ihtikar) yang diharamkan. Larangan terhadap penimbunan merujuk pada tindakan membeli kebutuhan pokok, kemudian menyimpannya untuk waktu yang lama, dan kemudian menjualnya di pasar saat harganya melonjak tinggi karena kelangkaan.

Baca juga: Bekerja di perusahaan Yahudi

Meskipun penjual memiliki kebebasan untuk menetapkan harga jual sesuai kebijakannya, disarankan agar tidak mengejar keuntungan secara berlebihan.

Dalam satu hadits diriwayatkan:

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ رَحِمَ اللَّهُ رَجُلًا سَمْحًا إِذَا بَاعَ وَإِذَا اشْتَرَى وَإِذَا اقْتَضَى

Dari Jabir bin 'Abdullah radliallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Allah merahmati orang yang memudahkan ketika menjual dan ketika membeli dan juga orang yang meminta haknya". (Shaih Bukhari, no.2076)

Syekh Al-Munawi menguraikan bahwa hadits ini bertujuan mendorong setiap individu untuk bersikap murah hati, menyediakan kelonggaran, dan tidak menyulitkan orang lain dalam urusan bisnis, semuanya dilakukan dengan menjaga akhlak yang mulia. Mereka yang menerapkan prinsip-prinsip ini diyakini akan meraih rahmat dari Allah.

Wallahua'lam

Referensi:

1. Al-Iklil Fi Istinbatit Tanzil, hal. 63

وقوله تعالى: (وأحل الله البيع وحرم الربا ) أصل في إباحة البيع بأنواعه إلا ما دل دليل على تحريمه وتحريم الربا بأنواعه إلا ما خصه دليل. 

2. Syarah An-Nawawi Ala Muslim, juz 11 hal. 43

قال أصحابنا الاحتكار المحرم هو الاحتكار في الأقوات خاصة وهو أن يشتري الطعام في وقت الغلاء للتجارة ولا يبيعه في الحال بل يدخره ليغلوا ثمنه فأما إذا جاء من قريته أو اشتراه في وقت الرخص وادخره أو ابتاعه في وقت الغلاء لحاجته إلى أكله أو ابتاعه ليبيعه في وقته فليس باحتكار ولا تحريم فيه

3. Faidhul Qodir, juz 4 hal. 26

رحم الله عبدا) دعاء أو خبر وقرينة الاستقبال المستفاد من إذا تجعله دعاء (سمحا) بفتح فسكون جوادا أو مساهلا غير مضايق في الأمور وهذا صفة مشبهة تدل على الثبوت ولذا كرر أحوال البيع والشراء والتقاضي حيث قال (إذا باع سمحا إذا اشترى سمحا إذا قضى) أي وفى ما عليه بسهولة (سمحا إذا اقتضى) أي طلب قضاء حقه [ص:27] وهذا مسوق للحث على المسامحة في المعاملة وترك المشاححة والتضييق في الطلب والتخلق بمكارم الأخلاق وقال القاضي: رتب الدعاء على ذلك ليدل على أن السهولة والتسامح سبب لاستحقاق الدعاء ويكون أهلا للرحمة والاقتضاء والتقاضي وهو طلب قضاء الحق. وقال ابن العربي: فإن كان سيء القضاء حسن الطلب فمطله بما عليه يحسب له في مقابله صبره بماله على غيره

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url