Hajinya Wanita yang Masih Keadaan Masa 'Iddah

Hajinya Wanita yang Masih Keadaan Masa 'Iddah

Daftar Isi

Haji Sunnah dalam Keadaan 'iddah

Ada orang melakukan ibadah haji dengan istrinya. Kedua suami istri itu sudah tiga kali melakukan haji. Kemudian pada waktu sudah masuk karantina suaminya meninggal dunia dan si istri akan melakukan perjalanan haji dengan mahram keponakannya. Tetapi oleh seorang ulama tidak diperkenankan dengan alasan bahwa ibadah haji perempuan itu hukumnya sunnah, sedangkan ihdad dan tidak keluar rumahnya itu hukumnya wajib. Apakah larangan atau alasan itu benar atau tidak? Dan apakah الطَّرُورَةُ بِيحُ المَحْفُورَة dan الحَاجَةً تَنْزِلُ مَنْزِلَةَ الضَّرُورَةِ tidak termasuk dalam kaidah.

Jawaban

Perempuan itu boleh memilih antara menunda atau melangsungkan perjalanan hajinya, tetapi menundanya lebih utama.

Dasar Pengambilan Hukum

a. Al-Umm, Dar al-Wafa,VI/577-578:

وَإِنْ أَذِنَ لَهَا بِالسَّفَرِ فَخَرَجَتْ أَوْ خَرَجَ بِهَا مُسَافِرًا إِلَى حَجَ أَوْ بَلَدٍ مِنَ الْبُلْدَانِ فَمَاتَ عَنْهَا أَوْ طَلَّقَهَا طَلَاقا لا يَمْلِكُ فِيْهِ الرَّجْعَةَ، فَسَوَاءٌ وَلَهَا الْخِيَارُ فِي أَنْ تَمْضِيَ فِي سَفَرِهَا ذَاهِبَةً أَوْ جَاثِيَةً وَلَيْسَ عَلَيْهَا أَنْ تَرْجِعَ إِلَى بَيْتِهِ قَبْلَ أَنْ يَنْقَضِيَ سَفَرُهَا.

Jika seseorang mengizinkan istrinya pergi, kemudian istrinya pergi, atau ia bepergian bersama istrinya untuk haji atau ke suatu negeri dari beberapa negeri, kemudian suaminya meninggal dunia, atau menalaknya dengan talak yang tidak bisa rujuk, maka hukumnya sama, dan istri

boleh memilih untuk meneruskan perjalanannya, pergi atau pulang, dan tidak wajib baginya untuk langsung pulang ke rumah suaminya sebelum selesai perjalanannya.

b. Al-Idhah, 60:

إِنَّهُ لَوْ مَاتَ مَثَلًا قَبْلَ إِحْرَامِهَا لَزِمَهَا الرَّجُوْعُ مَعَهُ، وَإِلا فَالَّذِي يَظْهَرُ أَنَّهُ يَنْظُرُ إِلَى مَا هُوَ مَظَنَّةُ السَّلَامَةِ وَالْأَمْنِ أَكْثَرُ.

Sungguh seandainya suami mati sebelum ihram istri, maka istri wajib pulang ke rumah bersama suaminya. Jika tidak pulang, maka menurut pendapat yang kuat, dipertimbangkan tempat yang kemungkinan selamat dan amannya paling banyak.

Haji Wajib dalam Keadaan 'iddah

Ada dua orang suami istri akan melakukan ibadah haji kurang 10 hari berangkat si suami meninggal dunia, lalu si istri akan melanjutkan ibadah hajinya dengan mahram orang lain, karena memang baru kali ini dia akan beribadah haji. Bolehkah dia terus berangkat haji, sementara dia masih dalam keadaan 'iddah dan wajib ihdad (tidak berhias dan memakai parfum)? 

Jawaban

Tidak boleh, kecuali ada kekhawatiran yang mengancam keselamatan jiwa, harta (seperti potongan biaya administrasi), dan sebagainya.

Dasar Pengambilan Hukum

Hasyiyah al-Jamal 'ala Syarh al-Manhaj, Dar Ihya' at-Turats al-'Arabi, IV/463:

(وَكَخَوْفٍ) عَلَى نَفْسٍ أَوْ مَالٍ مِنْ نَحْوِ هَدْمٍ وَغَرَقٍ وَفَسَقَةٍ مُجَاوِرِينَ لَهَا. (قَوْلُهُ: أَوْ مَالٍ ) أَيْ لَهَا أَوْ لِغَيْرِهَا كَوَدِيعَةٍ، وَإِنْ قَلَّ قَالَ حج أَوِ اخْتِصَاصِ، كَذَلِكَ فِيمَا يَظْهَرُ.

Diperbolehkan keluar rumah karena ada hajat seperti khawatir atas dirinya atau hartanya karena seperti robohnya rumah, banjir, orang- orang fasik yang menjadi tetangganya.

(Ungkapan Zakariya al-Anshari: "Atau harta"), maksudnya baik hartanya atau harta orang lain, seperti harta titipan, meskipun sedikit. Ibn Hajar berkata: "Atau ikhtishash [hak pakai]." Demikian menurut pendapat yang kuat.

Baca juga : Hukum Memeliharakan Sapi pada Orang Lain

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url